Selasa, 22 April 2014

Referensi Buku

Sinopsis : 
Perencanaan & Evaluasi Proyek Agribisnis(Konsep & Aplikasi)

Penulis: Dr. H. Ali Musa Pasaribu, M.S.
Pembangunan sektor pertanian identik dengan pembangunan ekonomi secara nasional sehingga sektor agribisnis merupakan motor penggerak perekonomian untuk meningkatkan pendapatan nasional melalui produk domestik bruto (PDB) yang didukung oleh 5 (Lima) subsektor, yaitu subsektor tanaman pangan dan hortikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kelautan dan perikanan dan subsektor kehutanan. Mengingat mata perdagangan ekspor nonmigas Indonesia adalah 60% berasal dari komoditas agribisnis seperti karet, CPO, non kayu, kopi, ikan /udang, bubur kertas adalah semuanya berasal dari produk agribisnis dengan tujuan pangsa pasar utama Jepang dan USA.




Sinopsis :
Agribisnis Kreatif
Penulis : Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa'id MaDev
Paradigma baru untuk memecah kejenuhan dan kemandegan sektor basis melalui akselerasi kreasi dan inovasi sektor agribinsis yang diintegrasikan dan diinterkoneksikan dengan arus utama gelombang ekonomi kreatif dan industri kreatif yang saling menguatkan (reciprocity) menuju kemakmuran hijau (green prosperity).
Kreativitas tidak sama dengan intelegensi, ia bisa membuat seseorang menjadi jauh lebih kritis dibandingkan dengan mereka yang cerdas, atau jauh lebih cerdas dibandingkan dengan mereka yang jenius. JP. Guilford
 Buku ini sangat relevan untuk diketengahkan ke masyarakat luas sebagai suatu rujukan yang baik karena memiliki kelengkapan materi yang perlu diketahui, khususnya generasi muda, untuk mampu membuat perubahan ke arah kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia yang lebih baik. Secara tekun, sabar, dan telaten, sdr. Iwan Setiawan menulis bukunya dengan komprehensif sehingga secara tidak langsung, buku ini dapat dijadikan sebagai rujukan akademik, sekaligus sebagai rujukan populer. Bahkan, buku ini dapat dibaca dan dimanrfaatkan oleh para hobiis karena memuat beragam kegiatan kreatif dalam dunia agribisnis secara luas yang ditulis dengan ringan dan lancar.





Sinopsis : 
23 Peluang Usaha Top Bidang Agribisnis
Penulis : Bambang Prasetyo
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu sumber daya alam yang dimiliki Indonesia adalah tanah yang subur dan melimpah. Dengan adanya tanah yang subur dan melimpah, peluang usaha di bidang pertanian dan perikanan air tawar menjadi sangat potensial. Beberapa negara, seperti Jepang, Korea, Cina, Hong Kong, serta sebagian negara Eropa dan Amerika sangat berminat terhadap jamur tiram sebagai hasil komoditi pertanian, sedangkan di bidang perikanan air tawar, sebagian negara Eropa dan negara Asia lainnya sangat berminat terhadap ikan nila gift sehingga Indonesia menjadi negara pengekspor nila gift yang terbesar.Buku 23 Peluang Usaha Top Bidang Agribisnis ini membahas budi daya di bidang pertanian (melati, mawar, anggrek, gladiol, krisan, dahlia, jamur tiram, tomat, kunyit, kacang panjang, jahe, jagung) dan perikanan air tawar (lele, mujair, mas, cupang, patin, lobster air tawar, koi, gurami, nila merah, nila gift, belut) yang disertai analisis usahanya.




Sinopsis :

AGRIBISNIS TANAMAN BUAH

Penulis: Tim Penulis PS

Buah memiliki prospek bisnis yang baik. Bagi sebagian orang, tentu kondisi ini adalah peluang yang menjanjikan. Namun, sebelum terjun dalam bisnis tersebut sebaiknya Anda memahami tentang agribisnis buah. Buku ini menyajikan informasi tentang manajemen produksi buah, manajemen pemasaran buah, dan manajemen keuangannya.













By : Kal-El






Selasa, 15 April 2014

Faktor produksi

TUGAS MAKALAH

“  RINGKASAN FAKTOR PRODUKSI  “








      JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2013





  1. Latar belakang
Secara garis besar factor produksi tedak bias lepas dari semua kegiatan kegiatan yang dapat mempengaruhi pasar baik secara input maupun secara output, maka dari itu kita juga harus mempelajari secara imim tentang pasar telebih dahulu.
Pasar input terdiri atas faktor-faktor produksi yang meliputi pasar sumber daya alam (tanah), sumber daya manusia (tenaga kerja), modal, dan pengusaha.
a.         Pasar Faktor Produksi Sumber Daya Alam/Tanah
Faktor produksi tanah adalah semua kekayaan alam yang terkandung dalam tanah, lautan, dan udara atau sering disebut sumber daya alam (natural resources). Jumlah tanah adalah tetap atau penawarannya tetap, maka kurva penawaran tanah bersifat inelastis sempurna (berbentuk garis lurus), sedangkan permintaan akan tanah terus bertambah, sehingga harga tanah akan semakin meningkat. Bila ditunjukkan dengan grafik akan tampak sebagai berikut.

Pergeseran kurva permintaan dan penawaran pada pasar faktor
produksi SDA/tanah
Dari Gambar diatas, dapat kamu lihat bahwa dengan bergesernya kurva DD ke D’D’ dan D”D” maka harga/sewa tanah akan mengalami kenaikan.
  1. Pasar Faktor Produksi Tenaga Kerja/Sumber Daya Manusia
             Faktor produksi tenaga kerja adalah semua tenaga kerja baik jasmani maupun rohani, serta terdidik atau tidak terdidik, atau sering disebut dengan sumber daya manusia (human resources) yang melakukan kegiatan produksi barang/jasa. Sumber daya manusia yang berkualitas akan dapat meningkatkan produktivitas.
Tenaga kerja yang akan digunakan dalam proses produksi pada suatu perusahaan selalu mengalami peningkatan sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk. Permintaan tenaga kerja oleh suatu perusahaan dipengaruhi beberapa faktor di antaranya sebagai berikut.
1) Kemajuan teknologi yang dimiliki oleh suatu negara.
2) Banyak sedikitnya barang yang dihasilkan.
3) Tinggi rendahnya laba pengusaha.
4) Adanya investasi dari pengusaha
Kurva pada pasar faktor produksi tenaga kerja dapat digambarkan sebagai berikut.
Pergeseran kurva permintaan dan penawaran pada pasar faktor produksi
tenaga kerja.
Dari Gambar terlihat bahwa kurva penawaran tenaga kerja selalu bertambah sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk, sehingga kurva penawaran bergeser ke kanan menjadi S’ S’. Seiring dengan ditemukannya teknologi baru, pada kurva permintaan tenaga kerja pertambahan penawarannya lebih besar daripada permintaan, sehingga upah (wage) yang diberikan mengalami penurunan dari W menjadi W1.
  1. Pasar Faktor Produksi Modal
          Pasar faktor produksi modal adalah tempat ditawarkannya barang-barang modal untuk kepentingan proses produksi. Pengertian barang modal tidak hanya berupa mesin-mesin ataupun peralatan saja, tetapi juga modal uang (yang merupakan dana untuk membeli barang-barang modal). Modal yang berupa uang diperoleh dari tabungan dan pinjaman, yang nantinya akan digunakan untuk investasi.
         Diharapkan dengan investasi tersebut, permintaan dan penawaran akan barang modal mengalami penigkatan, sehingga kurva permintaan (D) dan kurva penawaran (S) bergeser ke kanan. Kurva permintaan dan penawaran pada pasar faktor produksi modal tampak seperti Gambar berikut.
Kurva permintaan dan penawaran pada pasar
  1. Pasar Faktor Produksi Pengusaha (Kewirausahaan)
             Faktor produksi pengusaha merupakan orang-orang yang berjiwa wiraswasta atau mempunyai kecakapan dalam tata laksana perusahaan (managerial skill). Pengusaha mempunyai peranan yang sangat menentukan, yaitu mengorganisasi faktor produksi alam, tenaga kerja dan modal untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
2. Teori Nilai Faktor Produksi
          Teori nilai faktor-faktor produksi seperti sewa tanah, upah tenaga kerja, bunga modal, dan laba pengusaha dapat kamu pelajari pada pembahasan berikut disertai tokoh-tokoh yang mengemukakan teori tersebut.
a. Teori Sewa Tanah (Rent)

         Sewa tanah adalah balas jasa yang diterima pemilik tanah, karena tanah dapat memberikan manfaat berupa semua yang terkandung dalam tanah. Tokoh-tokoh yang mengemukakan teori sewa tanah antara lain sebagai berikut.
1) David Ricardo
        Tinggi rendahnya sewa tanah akan ditentukan oleh kesuburan tanah. Oleh karena itu teori ini disebut juga Teori Differensial.
2) Von Thunen
         Tinggi rendahnya sewa tanah selain ditentukan oleh perbedaan kesuburan tanah juga jauh dekatnya (letak) tanah dengan pasar.
b. Teori Upah Tenaga Kerja
        Upah dan gaji merupakan balas jasa yang diterima tenaga kerja karena jasanya dalam proses produksi. Upah dapat digolongkan dalam dua macam, yaitu:
a. upah nominal yaitu upah yang diukur dengan satuan uang tanpa memperhitungkan berapa barang yang dapat dibeli,
b. upah riil yaitu upah yang diukur dengan barang dan jasa yang dapat diperoleh dengan upah yang diterima.
Buruh bangunan biasanya dibayar dengan upah harian.






PEMBAHASAN
faktor produksi dan konsep kepemilikan
A Pengertian Faktor dan Fungsi Produksi
Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu tenaga kerjamodalsumber daya alam, dankewirausahaan. Namun pada perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical resources).
Secara umum, tenaga kerja, tanah, dan modal dipandang sebagai tiga faktor produksi terpenting. Ketika sebuah perusahaan komputer memproduksi perangkat lunak (Software) berupa sebuah program, perusahaan tersebut menggunakan waktu kerja si pemogram (tenaga kerja), ruangan fisik tempat laboratorium atau kantor berada (tanah), serta bangunan dan berbagai peralatan komputer (modal).
Fungsi produksi adalah hubungan teknis antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output). Bila faktor produksi tidak ada maka tidak ada proses produksi. Produksi yang dihasilkan dengan menggunakan faktor alam disebut produksi alami. Sedangkan jika produksi dilakukan dengan memanipulasi faktor- faktor produksi disebur produksi rekayasa.
Produksi yang bersifat alami tidak dapat dikontrol, baik dari sisi efisiensi maupun efektivitasnya sebab ia bersifat eksternal. Kelebihan dan kekurangan produksi alami merupakan suatu yang seharusnya diterima oleh pemakai. Sedangkan produksi rekayasa adalah produksi yang bersifat internal. Produksi seperti ini dapat dikontrol oleh pemakai. Efektivitas dan efisiensi produksi dapat diatur dengan menggunakan teknologi.
Setiap proses produksi mempunyai landasan teknis yang dalam teori ekonomi disebut sebagai fungsi produksi. Hal ini dapat ditulis dengan suatu persamaan matematis:
Q = f (X1, X2, X3……………Xn)
Q = Tingkat produksi
X1=output
X2=tenaga kerja
X3=modal
X4 =kewirausahaan
Maksud dari persamaan diatas merupakan suatu pernyataan matematis yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, tenaga kerja, kekayaan alam dan tingkat teknologi yang di gunakan. Dengan membandingkan berbagai gabungan faktor-faktor produksi menghasilkan sejumlah barang tertentu dapatlah di tentukan gabungan faktor produksi yang paling ekonomis untuk memproduksi sejumlah barang.
B Jenis Faktor Produksi
Secara total, saat ini ada lima hal yang dianggap sebagai faktor produksi, yaitu tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik (physical resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi (information resources).
1. Tenaga kerja:
Merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan kualitas(kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya.
Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja terdidik, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih.Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli hukum.
Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau latihan bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya. Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir. Sementara itu, tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain.
Berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja rohani dan tenaga kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya guru, editor, konsultan, dan pengacara. Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las, pengayuh becak, dan sopir.

2. Modal
Yang dimaksud dengan modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya. Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua yaitu modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalamperusahaan sendiri. Misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman bank.
Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Misalnya mesingedungmobil, dan peralatan. Sedangkan yang dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak merek.
Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan.
Modal dibagi berdasarkan sifatnya yaitu modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang. Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal lancar adalah modal yang habis digunakan dalam satu kali proses produksi. Misalnya, bahan-bahan baku.
3. Sumber daya fisik alam
Adalah semua kekayaan yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanahair, dan bahan mentah (raw material), sumber daya alam non-energi seperti bahan tambang seperti tembaga, biji besi dan pasir; juga sumber daya energi seperti bahan bakar industri, serta fasilitas perkantoran dan produksi. Dalam pandangan ekonomi klasik, tanah dianggap sebagai suatu factor produksi penting mencakup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses produksi.
4. Kewirausahaan
Adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam mengkoordinir faktor-faktor produk.
5. Sumber Daya Informasi
Adalah seluruh data yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan bisnisnya. Data ini bisa berupa ramalan kondisi pasar, pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, dan data-data ekonomi lainnya.
Beberapa ahli juga menganggap sumber daya informasi sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di era globalisasiini.



C . Fungsi produksi dan produk marjinal tenaga kerja
Dalam memutuskan berapa banyak pekerja yang perlu direkrut, perusahaan itu harus mengetahui bagaimana jumlah pekerja mempengaruhi output yang mereka produksi. Bahan penting untuk membuat keputusan tersebut yakni data produk marjinal tenaga kerja yaitu kenaikan output dari tambahan satu unit input tenaga kerja.
Dalam teori ekonomi diambil pula satu asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi produksi yaitu fungsi produksi dari semua produksi dimana semua produsen dianggap tunduk pada suatu hukum yang disebut: The Law of Diminishing Returns. Hukum ini berbunyi: apabila satu macam input di tambah penggunaannya sedang input-input lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik tetapi kemudian setelah mencapai suatu titik tertentu akan semakin menurun seiring dengan pertambahan input. Hukum ini dapat dibedakan dalam 3 tahap yaitu:
1. Tahap pertama: produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat
2. Tahap kedua: produksi total pertambahannya semakin lambat
3. Tahap ketiga: produksi total semakin lama semakin berkurang.
Untuk analisis pertama, kita akan mencoba melihat bagaimanakah teori produksi dengan hanya satu faktor yang berubah dalam hal ini yang di asumsikan berubah hanyalah faktor produksi tenaga kerja. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya yaitu modal dan tanah jumlahya dianggap tidak mengalami perubahan.

D Biaya Produksi
Dalam jangka pendek, kita mengenal adanya factor produksi tetap dan factor produksi variabel, sehingga dengan sendirinya biaya produksi yang ditimbulkan oleh proses produksi itu juga menyangkut biaya tetap dan biaya variabel. Total dari biaya tersebut dinamakan biaya total, dan ada juga biaya rata-rata dan biaya marjinal.
Biaya produksi dapat kita kelompokkan menjadi:
  • Biaya Tetap (Fixed Cost)
Yaitu biaya yang jumlahnya tidak berubah ketika kuantitas output berubah. Biaya ini akan tetap ada walaupun perusahaan tidak melakukan produksi. Yang termasuk ke dalam biaya ini adalah sewa ruangan toko, gaji karyawan administrasi dan penyusutan mesin-mesin yang dipakai.
  • Biaya Variabel (Variable Cost)
Yaitu biaya yang jumlahnya berubah ketika jumlah barang yang diproduksi berubah. Yang termasuk ke dalam biaya ini adalah biaya pembelian bahan mentah atau bahan dasar yang digunakan untuk produksi.
  • Biaya Total (Total Cost)
Yaitu seluruh biaya atau pengeluaran yang dibayarkan perusahaan untuk membeli berbagai input (barang dan jasa) untuk keperluan produksi. Untuk menghitung biaya total kita menghitung jumlah antara biaya tetap dan biaya variabel:
Biaya Total= Biaya Tetap+Biaya Variabel
TC= FC+VC
Sebagai contoh, dalam kasus toko kue Pak Anton, biaya variabel yang ditanggung adalah biaya membeli gula, tepung terigu, telur dan lain-lain. Semakin banyak kue yang akan dibuat, maka semakin banyak pula bahan yang dibutuhkan. Begitu juga bila Pak Anton ingin menambah pegawai honorer. Maka pegawai baru tersebut termasuk biaya variabel bukan biaya tetap.
Biaya Rata-Rata (Average Cost)
Yaitu biaya yang menunjukkan jumlah biaya per unit barang yang dihasilkan yakni merupakan hasil bagi antara biaya keseluruhan dengan jumlah barang yang dihasilkan.
Sebagai contoh, kasus Pak Anton tadi yang memproduksi kue untuk dijual di tokonya. Sebagai pemilik perusahaan, Pak anton harus memutuskan berapa banyak barang yang hendak diproduksinya. Untuk itu ia harus tahu:
Berapa banyak biaya yang diperlukan untuk membuat sebuah kue?
Berapa banyak biaya yang diperlukan untuk meningkatkan produksi satu kue?
Untuk menjawabnya, Pak Anton haruslah mengetahui berapa biaya rata-rata produknya. Karena biaya total merupakan biaya semua barang yang diproduksi, maka untuk mengetahui biaya tiap produk kita harus membagi biaya total dengan jumlah barang yang akan diproduksi. Secara matematis dapat ditulis:
Biaya Rata-Rata= Biaya Total/Jumlah Barang
AC= TC/Q
Jika biaya total Pak Anton adalah 280 rupiah maka untuk produksi dua buah kue, biaya untuk setiap kuenya adalah:
280/2= Rp 140
Selain biaya total rata-rata, kita juga dapat menghitung :
1. Biaya Tetap Rata-Rata (Average Fixed Cost/AFC)
Untuk mengetahui biaya tetap rata-rata tiap produk, kita bisa membagi biaya tetap dengan jumlah produk yang dibuat.
Average Fixed Cost (AFC)= TFC/Q
Semakin banyak barang X yang dihasilkan, maka biaya tetap rata-rata akan semakin kecil, dan bersifat asimtotik. Pada jumlah produksi yang kecil biaya rata-rata ini tampak tinggi dan pada jumlah produksi yang tinggi, biaya tetap rata-rata itu rendah.
2. Biaya Variabel Rata-Rata (Average Variable Cost/AVC)
Untuk mengetahui biaya variabel rata-rata tiap produk, kita bisa membagi biaya variabel dengan jumlah produk yang dibuat.
Average Variable Cost (AVC)= TVC/Q
Biaya Marjinal (Marginal Cost)
Meskipun biaya total rata-rata dapat memberi tahu berapa banyak biayayang diperlukan untuk menghasilkan satu barang, kita masih belum tahu berapa banyak biaya total itu akan berubah bila perusahaan meningkatkan kapasitas produksinya. Untuk itu, kita harus menghitung biaya marjinalnya. Biaya marjinal ialah kenaikan biaya yang harus dikeluarkan Karena adanya tambahan barang yang diproduksi.
Jadi berdasarkan contoh di atas, jika Pak Anton hendak menaikkan produksi barang dari dua kue menjadi tiga kue, maka biaya totalnya naik dari 280 rupiah menjadi 350 rupiah. Biaya marjinal untuk memproduksi kue ketiga ialah Rp 350-Rp 280= Rp 70.
Secara matematis biaya marjinal dapat dirumuskan sebagai berikut:
Biaya marjinal= Perubahan Biaya Total/Perubahan Kuantitas
MC= ∆TC/∆Q.
Dibawah ini adalah contoh kurva biaya tetap rata-rata, biaya variabel rata-rata, biaya (total) rata-rata, dan biaya marjinal.
Dalam jangka panjang, semua faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi bersifat variabel. Konsep fungsi produksi jangka panjang dengan menggunakan dua faktor produksi dapat digambarkan dengan kurva yang dikenal dengan istilah kurva isokuan (isoquant) yang berasal dari kata iso(sama) dan quant (kuantitas), yakni kurva yang menggambarkan gabungan dua atau lebih faktor produksi (misalnya tenaga kerja dan modal) yang akan menghasilkan satu tingkat produksi yang sama (tertentu).
a. Kurva Isoquant

Berfungsi menggambarkan gabungan dua faktor produksi yang berubah-ubah, sementara faktor produksi lain dianggap tetap dan akan menghasilkan satu tingkat produksi tertentu. Diasumsikan faktor produksi terdiri atas dua yaitu tenaga kerja dan modal.

Sabtu, 12 April 2014

contoh paper ekonomi internasional


TUGAS PAPER EKONOMI INTERNASIONAL

HAMBATAN TARIF DAN NON-TARIF TERHADAP PERDAGANGAN INTERNASIONAL  DI INDONESIA


OLEH :


                                          

   

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2013
I.       PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdagangan bebas artinya tidak adanya campur tangan dari pemerintah yang menghambat kegiatan perdagangan baik yang dilakukan oleh antar individu maupun antar perusahaan-perusahaan yang ada di dalam negara-negara. Dengan adanya sistem perdagangan bebas ini maka perdagangan antar negara tidak lagi disulitkan oleh urusan birokrasi. Dibentuknya perdagangan bebas ialah untuk meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan negara. Dengan adanya perdagangan bebas diharapkan negara-negara dapat dengan mudah melakukan kegiatan ekonominya. Ide membentuk perdagangan bebas ini ialah karena seringnya perdagangan internasional terhambat oleh masalah pajak, berbagai biaya tambahan, dan masih banyak hambatan-hambatan lainnya.
Manfaat dari perdagangan bebas yang dapat dilihat secara langsung ialah keberagaman barang-barang yang tersedia. Dengan adanya barang-barang yang beragam diharapkan rakyat akan sejahtera karena akan mempunyai banyak pilihan produk-produk terbaik yang mereka butuhkan. John Stuart Mill berpendapat bahwa perdagangan bebas memperbesar dan memperluas cakupan pasar, dan karena itu produktivitas pun meningkat. Dengan meningkatnya produktivitas, meningkat pula standar hidup warga sebuah negara. Namun diantara manfaat-manfaat tersebut, kehadiran pasar bebas justru menyulitkan bagi beberapa negara terutama negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang biasanya sulit bersaing untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas dengan negara-negara yang lebih maju. Selain itu negara-negara berkembang juga kesulitan dalam masalah persaingan harga. Padahal perdagangan bebas harusnya dapat meningkatkan daya saing tiap-tiap negara. Hal ini terlihat seperti tidak adanya kesiapan dari negara-negara berkembang dalam rangka menghadapi tren pasar bebas. Oleh karena hal tersebut penulis merasa tertarik untuk meneliti mengapa perdagangan bebas terlihat seperti tidak mencapai tujuannya dan mengapa beberapa negara terutama negara berkembang seperti disulitkan dengan adanya perdagangan bebas ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa konsep perdagangan bebas tidak selalu baik. Dalam sistem perdagangan bebas, negara yang memiliki modal yang kuat dan memiliki kekuatan politik yang besarlah yang dapat menang dalam persaingan di zona perdagangan bebas tersebut. Bisa saja kita katakan bahwa perdagangan bebas belum mencapai tujuannya. Tidak ada Win-win Potition melainkanZero Sum Game, dimana perdagangan bebas hanya memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja sementara pihak-pihak lainnya mendapatkan kerugian.
Pada sekitar tahun 1990an negara-negara di kawasan Asia Pasifik awalnya menyambut baik kehadiran perdagangan bebas hingga akhirnya melahirkan Asean Free Trade Area (AFTA) dan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Namun ternyata banyak negara anggota yang mengalami kesulitan dengan adanya perdagangan bebas ini seperti kesulitan masalah neraca pembayaran (catatan yang berisi pembayaran dan penerimaan dari luar negeri) sehingga mulailah negara-negara tersebut mengurangi impor. Dengan adanya pembatasan impor ini artinya negara telah menentang prinsip perdagangan bebas demi kepentingan nasional.
Pada tanggal 28 Februari 2009 lalu bersama sejumlah menteri Perdagangan ASEAN, Australia dan New Zaeland, Indonesia telah menandatangani Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru, atau AANZ-FTA (Asean, Australia, New Zealand Free Trade Area). Padahal jika dianalisis perjanjian ini justru akan merugikan bagi Indonesia. Sebab sebelum adanya perjanjian ini, neraca perdagangan (catatan yang berisi nilai barang-barang yang diekspor maupun diimpor oleh suatu negara) non migas Indonesia, baik dengan Australia maupun dengan New Zealand itu selalu negatif. Artinya tanpa perdagangan bebas pun Indonesia lebih banyak mengimpor barang dari kedua negara tersebut. Jika tarif diturunkan menjadi nol persen maka dapat dipastikan ketergantungan pada impor akan semakin tinggi. Akibat lain dari perjanjian tersebut ialah sektor industri pertanian yang saat ini sedang tidak cukup kuat kedudukannya akibat maraknya produk-produk impor akan semakin terpuruk akan hal tersebut.
Hal di atas merupakan beberapa contoh bukti bahwa perdagangan bebas sebenanya tidak dapat menimbulkan kesejahteraan di antara negara-negara melainkan menimbulkan kesulitan bahkan keterpurukan. Apalagi bagi negara-negara berkembang. Dengan adanya perdagangan bebas, negara-negara yang maju akan dapat mengeksploitasi negara-negara berkembang dengan lebih mudah. Negara-negara maju juga dapat merusak industri lokal negara berkembang, dan juga membatasi standar kerja dan standar sosial. Tentu saja ini merupakan kerugian besar bagi negara berkembang.
Selain itu perdagangan bebas juga menyebabkan lebih kepada dependensi ketimbang interdependensi. Negara-negara maju sudah pasti dapat menghasilkan produk-produk dengan kualitas yang baik yang tidak dapat diproduksi oleh negara-negara berkembang. Seperti Jepang dengan produk sepeda motor atau mobilnya. Negara berkembang seperti Indonesia yang belum mampu menghasilkan produk sepeda motor atau mobil yang kualitasnya baik dan terkenal sebagaimana yang telah dihasilkan oleh Jepang, tentu hanya akan puas menjadi konsumen dan pada akhirnya menjadi negara yang konsumtif. Disini tampak contoh bagaimana bergantungnya negara berkembang dengan negara maju.
Dampak buruk dari perdagangan bebas yang lain adalah banyaknya masyarakat yang lebih memilih produk buatan luar negeri ketimbang produk hasil dari negaranya sendiri. Ini sangat merugikan dan dapat menyebabkan pengusaha-pengusaha lokal mengalami kesulitan jika tidak pandai-pandai bersaing dalam zona perdagangan bebas tersebut. Lihat saja pada saat sekarang ini kita akan dapat dengan mudah menemukan barang-barang bertuliskan “Made in China”, di pusat perbelanjaan, pasar, atau di rumah kita masing-masing.
Jika pasar dalam negeri lebih diramaikan oleh barang-barang hasil dari luar negeri apalagi dengan produk yang lebih berkualitas dan harga murah maka produsen akan terdorong untuk beralih profesi menjadi importir atau pedagang saja misalnya karena merasa tidak mampu bersaing. Hal ini akan membuat negara-negara tidak akan berkembang. Jika tidak dapat menghasilkan produk-produk sendiri negara tidak akan mandiri dan terus bergantung pada negara lain yang lebih maju sehingga ia sendiri tidak akan pernah maju.
Tidak hanya itu. Sistem perdagangan bebas juga merugikan bagi industri-industri kecil. Kembali lagi kepada ketidakmampuan dalam bersaing dengan industri-industri yang lebih besar yang dapat menghasilkan produk dengan kualitas terjamin dan harga yang terjangkau. Pasar tentu akan lebih memilih produk yang terbaik dengan harga yang relatif murah. Jika industri-industri kecil tidak mampu bersaing di arena perdagangan bebas maka dapat dipastikan industri-industri tersebut akan tersingkir dan mengalami kepailitan. Hal ini bisa saja menimbulkan masalah lain lagi seperti pengangguran.
Penjelasan-penjelasan di atas semakin menekankan bahwa sistem perdagangan bebas tidak dapat mensejahterakan masyarakat. Namun sebenarnya kerugian-kerugian dari adanya perdagangan bebas tidak hanya dirasakan oleh negara-negara berkembang atau yang berperekonomian lemah. Negara-negara maju juga turut merasakannya. Seperti misalnya pendapatan devisa yang menurun. Selain itu jugajuga menimbulkan persaingan serendah mungkin yang menyebabkan standar hidup dan keamanan yang lebih rendah. Akan tetapi kerugian-kerugian yang dialami negara-negara maju ini juga merupakan kerugian yang dialami negara-negara berkembang. Jadi tetap saja negara berkembang lebih dirugikan sebab kerugian-kerugian yang dialami negara maju tidaklah sebesar kerugian yang dialami oleh negara-negara berkembang. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa perdagangan bebas tidaklah membawa kesejahteraan terutama bagi negara berkembang. Maka tidak salah jika kita mengatakan bahwa sistem perdagangan bebas sampai hari ini belum mencapai tujuannya.
B.Tujuan
Tujuan dari pembuatan paper kami adalah untuk mengetahui apa efek dari berlakunya perdagangan bebas terhadap perekonomian disuatu negara , apakah negara tersebut dapat menerima atau tidak ?, dan juga apakah penerapan tarif dan nontarif terhadap barang dari perdagangan bebas dapat melindungi dan memberi keuntunan terhadap negara yang di tuju atau negara yang mengirim barang tersebut.
II.    PEMBAHASAN
Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semuha hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.
Di Indonesia Hambatan perdagangan Internasional bertujuan melindungi neraca pembayaran dan industri dalam negeri terhadap persaingan luar negeri.



1.      Pengenaan tarif
Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas-batas territorial. Di indonesia tarif yang berlaku di indonesia adalah Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tariff, yakni tarif impor (import tariff), yakni pajak yang dikenakan untuk setiap omoditi yang diimpor dari negara lain; dan tarif ekspor (export tariff) yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.
Ditinjau dari mekanisme penghitungannya, ada beberapa jenis tarif, yakni tarif spesifik, gabungan, dan tarif ad valorem. Tarif ad valorem (ad valorem tariffs) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya, suatu negara memungut tarif 25 persen atas nilai atau harga dari setiap barang yang diimpor). Sedangkan tarif spesifik (specific tarif) dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor (misalnya saja, pungutan tiga dolar untuk setiap barel minyak). Dan yang terakhir, tarif campuran (compound tariff) adalah gabungan dari keduanya.
Di Indonesia system tariff ini digunakan sebelum tahun 1991.  Misalnya bea masuk untuk: Semen : Rp 3.000 per ton, Sepatu : Rp 15.000 per pasang, Piring : Rp 500 per lusin, dan sebagainya.
Jenis-jenis tarif ditinjau dari aspek asal komoditi yaitu:
1.      Tarif impor (import tariff), yaitu pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain.
2.      Tarif ekspor (export tariff), yaitu pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.
A.    Tarif impor
Tarif import adalah tarif yang diberlakukan terhadap barang barang yang mauk ke negara Indonesia , biasanya tarif import ini cukup tinggi supaya melindungi perusahaan – perusahaan dalam negri supaya tidak kalah bersaing.
B.     Tarif ekspor
Tarif ekspor adalah tarif yag di berlakukan terhadap barang barang yang akan dikirim ke negara lain, biasanya tarif ini sedikit supaya barang yag dikirm bisa cukup banyak.
Tarif dapat meningkatkan barang di negara pengimpor sehingga kalangan konsumen di negara pengimpor secara relatif merugi, sedangkan para produsen di negara pengimpor memperoleh keuntungan.Jadi tarif membawa biaya sekaligus manfaat.
Saat pemerintah mengenakan tarif sebesar 100% terhadap barang impor maka harga barang X langsung mengalami kenaikan dari 1 dolar menjadi 2 dolar. Konsumsi atas komoditi ini pun turun dari 70 unit menjadi 50 unit. Dalam waktu bersamaan, produsen domestik meningkatkan produksinya dari 10 unit menjadi 20 unit. Impor turun dari 60 unit menjadi 30 unit dan pemerintah menerima pemasukan sebesar 30 dolar dalam bentuk pajak impor. Hal ini menyebabkan surplus konsumen mengalami penurunan sebesar 60 dolar dan peningkatan surplus produsen sebesar 15 dolar. Dari total kerugian konsumen itu, 30 di antaranya diterima oleh pemerintah dalam bentuk pajak impor, kemudian 15 dolar lainnya diredistribusikan kepada para produsen barang X di dalam negeri dalam bentuk kenaikan rente atau surplus produsen, 15 dolar sisanya merupakan biaya proteksi (protection cost) atau biaya bobot mati (deadweight lost) yang merupakan bentuk kerugian yang harus ditanggung oleh perekonomian negara bersangkutan.
Dampak Pengenaan tarif
1.      Harga barang impor menjadi lebih mahal
Hal ini menyebabkan penurunan konsumsi oleh konsumen, produsen akan memproduksi barang dimana biaya marjinal (marginal cost) sama dengan harga setelah tarif.
2.      Meredistribusikan pendapatan dari konsumen domestik ke produsen domestik.
3.      Mereditribusikan pendapatan dari sektor ekonomi yang sumber dayanya melimpah ke sektor lain yang sumber dayanya kurang kompetitif.
Komponen produksi dari biaya proteksi atau biaya bobot mati akan mengalami kenaikan karena pemberlakuan tarif impor. Hal ini mengakibatkan adanya pengalihan sumber daya dari sektor ekonomi yang sumber dayanya melimpah (komoditi yang biasa diekspor) ke sektor lain yang sumber dayanya kurang kompetitif (komoditi yang lebih menguntungkan jika diimpor dari negara lain).
4.      Dampak negatif tarif berupa production distortion lost
Tarif menyebabkan produsen domestik memproduksi terlalu banyak barang sehingga tidak semuanya bisa dijual dengan harga yang menguntungkan
5.      Consumption distortion loss yaitu menyebabkan konsumen mengonsumsi barang terlalu sedikit.



Dengan adanya tarif, tingkat kesejahteraan negara yang bersangkutan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kondisinya di masa perdagangan bebas.
Penurunan kesejahteraan bersumber dari dua sebab, yakni :
a.       Perekonomian tidak lagi berproduksi pada titik yang memaksimumkan nilai pendapatan dan harga dunia
b.      Konsumen tidak dapat lagi berkonsumsi pada kurva indiferen tertinggi yang memaksimumkan kesejahteraan. Baik (a) maupun (b) diakibatkan oleh kenyataan bahwa konsumen dan produsen domestik menghadapi harga yang berbeda dengan harga dunia. Penurunan kesejahteraan (The Loss in Welfare) terjadi karena kegiatan produksi yang tidak efisien. Hal ini merupakan kondisi (a) padanan keseimbangan umum dari kerugian akibat piuh produksi (production distortion loss) yang telah dijelaskan dalam pendekatan keseimbangan parsial dalam bab ini dan melambangkan penurunan kesejahteraan sebagaiakibat dari konsumsi yang tidak efisien sehingga ini juga merupakan (b) padanan dari kerugian akibat piuh konsumsi (Consumption Distortion Loss)
Volume Perdagangan mengalami kemerosotan dengan adanya tarif. Volume serta nilai-nilai ekspor dan impor sama-sama turun segera setelah dilaksanakannya pengenaan tarif itu dibandingkan dengan sebelumnya ketika perdagangan masih berlangsung secara bebas.
Sekarang yang menjadi permasalahan tren adalah dimana disaat kebijakan import itu sangan dibutuhkan sehingga membuat tarif bea import dihapuskan , seperti contoh tarif import kedelai yang akhirnya dihapuskan karena mereka mengetahui bahwa kalau tidak mengimport kedelai makan pengusaha tahu tidak akan beroperasi lagi.
2.      Hambatan Non-Tarif yang diberlakukan Negara Indonesia
Pada pengertian umumnya hambatan non-tarif adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. Tentu dalam mengikuti perdagangan dunia maupun ASEAN khususnya Negara Indonesia perlu melakukan suatu proteksi untuk melindungi produksi dalam negeri sehingga menyebabkan potensi perdagangan internasional berkurang. Oleh karena itu, Indonesia memberlakukan kebijakan-kebijakan non tariff sebagai hambatan mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. Berikut akan dibahas kebijakan-kebijakan yang dilakukan Indonesia dalam menerapkan hambatan non tariff.
Hambatan non tariff yang dilakukan Indonesia antara lain:
1.      Pembatasan impor
Pembatasan impor yang diberlakukan Indonesia dapat dilihat pada pembatasan kuantitatif untuk impor daging sapi ini diberlakukan sebagai bagian dari serangkaian langkah untuk mencapai swasembada daging sapi pada tahun 2014. Kuota untuk ternak hidup ini ditetapkan setiap tahun, dan secara terpisah untuk daging sapi dalam kotak dan didasarkan pada estimasi bandingan pasokan dengan kebutuhan. Kuota tersebut dialokasikan oleh kementrian perdagangan kepada importer dalam dua tahapan enam bulan: 1 januari – 30 Juni dan 1 Juli – 30 Desember, berdasarkan volume historis. Kuota untuk ternak hidup secara sistematis telah dikurangi dari 401.000 kepala di tahun 2011 menjadi 283.000 pada tahun 2012 dan 267.000 ditahun 2013. Untuk daging sapi kotak, kuota juga telah berkurang dari 100.000 ton pada 2011 menjadi 34.000 ton di tahun 2012 dan 32.000 ton ditahun 2013. Ini dihitung dalam berat total, total kuota berkurang dengan lebih dari 172.000 ton di tahun 2011 menjadi sesuai rencana yakni 80.000 ton ditahun 2013
2.      Peraturan kesehatan dan karantina
Dalam kebijakan ini, diberlakukan peryaratan impor untuk keamanan pangan, karantina, pembakuan dan pembubuhan etiket termasuk sertikasi halal diberlakukan menjadi lebih ketat.
3.      Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu
Kebijakan ini lebih mengenak kepada impor. Impor pangan olahan mengharuskan baik registrasi produk maupun izin impor dari departemen kesehatan. Demikian pula impor produk hewani harus dengan persetujuan impor deptan yang disertai sertifikat halal dan berasal dari fasilitas pengolahan yang telah diperiksa oleh deptan.
4.      Penetapan harga pabean
Di Indonesia, harga pembelian minimum yang ditetapkan oleh BULOG untuk pembelian beras dan tebu di penggilingan beras dan tebu. BULOG hanya dapat membeli beras dan tebu dari petani pada saat harga pasar lebih rendah atau sama dengan harga pembelian resmi pemerintah (Harga Pembelian Pemerintah).
5.      Subsidi dan insentif ekspor
Kebijakan berikutnya adalah subsidi, subsidi seperti subsidi pupuk misalnya merupakan program utama yang dipakai pemerintah untuk memberikan dukungan anggaran kepada sektor pertanian. Subsidi dibayarkan kepada produsen pupuk yang wajib menjual pupuk dengan harga yang disubsidi kepada petani yang memenuhi syarat: mereka yang bertani atas lahan kurang dari 2 ha. Selain itu, subsidi benih juga merupaka arus transfer anggaran sektor pertanian kedua terpenting. Petani beras, jagung, kedelai dan gula adalah penerima bantuan utama tetapi beberapa subsidi semacam ini juga disediakan untuk para produsen kopi, karet alam, minyak sawit dan pisang.
6.      Tariff classification
Pengklasifikasian tariff ini termasuk peraturan bea cukai, seperti halnya tariff tunggal untuk pajak ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk-produk turunannya yang terjadi pada tahun 2007, diganti dengan sistem variabel. Dibawah system yang variabel, tarif  pajak ekspor yang berlaku disesuaikan setiap bulan dan ditentukan dengan skala yang berubah-ubah, yang didasarkan pada harga internasional CPO di Rotterdam, pasar utama untuk minyak nabati . harga naik apabila harga internasional CPO naik, dan ikut turun apabila harga internasional turun. Hal ini diberlakukan untuk mengurangi insentif untuk meningkatkan ekspor waktu harga internasional naik. CPO dikenakan pajak yang lebih tinggi dari pada produk turunan, untuk mendorong proses pengolahan lanjutan didalam negeri.
3.      Bagaimana Kesiapan Indonesia Dalam Menyambut MEA ?
AEC (ASEAN Economic Community) adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN yang direncanakan akan tercapai pada tahun 2015 yang bertujuan untuk menjadikan ASEAN daerah yang stabil, makmur, dan berkompetitif tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi. AEC memiliki empat pilar utama: 1) kawasan pasar tunggal dan basis produksi; 2) daerah ekonomi berkompetitif tinggi; 3) daerah dengan pembangunan ekonomi yang merata; dan 4) daerah yang terintegrasi penuh ke perekonomian global.
Menurut Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, persiapan Indonesia menghadapi AEC 2015 sebesar 72% dimana posisi Indonesia sebagai Chair dalam ASEAN pada tahun 2011 ini berdampak sangat baik untuk menyongsong terealisasinya ASEAN Economic Community dan hal ini membuat Indonesia masih memiliki andil dan peran yang cukup besar dalam perekonomian ASEAN. Dari dalam negeri sendiri, Indonesia telah berusaha untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara pemerintah pusat dengan daerah, pengusaha besar dengan UKM dan peningkatan dalam beberapa sektor yang mungkin masih harus didorong untuk meningkatkan daya saing. Hal ini berarti Indonesia masih memiliki andil dan peran yang cukup besar dalam perekonomian ASEAN.
Namun disisi lainnya, ada juga yang bisa menjadi penghambat dalam peran indonesia di ASEAN yaitu menurut penilaian beberapa institusi keuangan internasional, daya saing ekonomi Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia dan Thailand. Selain itu, percepatan investasi di Indonesia tertinggal bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Itu terjadi disebabkan buruknya infrasturuktur ekonomi dan korupsi yang merupakan isu paling hangat di Indonesia dan juga  menjadi penyebab merosotnya kepercayaan para investor terhadap Indonesia.
Melihat hal ini pemerintah tidak bisa menunda lagi untuk segera berbenah diri jika tidak ingin menjadi sekedar pelengkap di AEC 2015. Masyarakat bisnis Indonesia diharapkan mengikuti gerak, irama kegiatan diplomasi dan memanfaatkan peluang yang sudah terbentuk ini. Peluang yang sudah terbuka ini harus segera dimanfaatkan. Apabila kita terus menunda-nunda kita akan tertinggal karena proses ini juga diikuti oleh negara lain dan hal ini terus berjalan. Yang kita butuhkan sekarang dalam menghadapi AEC 2015 adalah menyelesaikan pekerjaan rumah bersama-sama dan pemerintah perlu menyosialisasikan rencana aksi menghadapi tantangan regional. Kerjasama antar negara menjadi tak ada artinya apabila masyarakat tidak terlibat.
Meskipun Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonominya di angka 6% tapi ada beberapa hal yang perlu diantisipasi  dengan adanya AEC 2015 ini. Kita mulai dari  Elimination of Non-Tariff Barriers dan  Single Window. Tujuan dibentuknya AEC 2015 semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan negara-negara di kawasan ASEAN sedangkan perdagangan yang terjadi antara Negara anggota ASEAN saat ini masih belum efektif dengan adanya non- tariff barriers. Maka ASEAN perlu menerapkan peraturan bebas non-tariff barriers. Selain itu, memaksimalkan pertumbuhan ekonomi ASEAN juga dilakukan melalui kebijakan Single Window. Single Window adalah standarisasi dari proses dan prosedur perdagangan yang meliputi  pengintegrasian data dan informasi perdagangan sehingga mengurangi waktu dan biaya dalam bertransaksi. Melalui AEC 2015, kompetisi dan efisiensi dalam perdagangan meningkatkan produk dan tenaga kerja asing akan lebih fleksibel masuk ke tiap negara anggota ASEAN.
Antisipasi terhadap AEC 2015 sangat diperlukan, terutama di bidang pengembangan SDM, mengingat Elimination of Non-Tariff Barriers dan Single Window mengakibatkan tenaga kerja dari luar negeri akan lebih mudah bermigrasi ke Indonesia. Mereka (tenaga kerja asing) yang memiliki keahlian di atas keahlian SDM Indonesia, tentu akan mendapat  pekerjaan di perusahaan yang ada di Indonesia. Sulit bagi  kita bersaing dengan tenaga kerja asing jika kita tidak memiliki skill yang memadahi yang akan mengakibatkan pengangguran meningkat.
Indonesia dalam KTT ASEAN ke-21 di Phnom Penh tahun 2012 ditunjuk sebagai motor penggerak dalam mengintegrasikan kekuatan Asia Tenggara di dunia global. Bersama-sama dengan Singapura dan Thailand, Indonesia berada di baris terdepan dalam mengimplementasikan konsep-konsep yang telah disepakati. Keadaan ini diperkuat dengan optimisme Menteri Perdagangan RI Gita Wiryawan yang menyebutkan bahwa AEC ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan pendapatan per kapita. Dengan konsep Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) diharapkan mampu meningkatkan posisi tawar dalam perekonomian global bersaing dengan blok-blok integrasi lainnya di luar Asia. Tujuan utama dari 10 negara ini adalah meningkatkan perekonomian yang merata di samping mendapatkan kemudahan akses ekonomi regional.
DAFTAR PUSTAKA
http://fmeindonesia.wordpress.com/2013/03/ diakses pada hari sabtu tanggal 19 Oktober 2013
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/162082739.pdf diakses pada hari sabtu tanggal 19 Oktober 2013
http://www.bi.go.id/biweb/resources/gerai_info/index.html#/Gerai%20Info%2028/0 diakses pada hari sabtu tanggal 19 Oktober 2013
http://www.jurnas.com/halaman/10/2011-11-19/189568 diakses pada hari sabtu tanggal 19 Oktober 2013
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1994/7tahun~1994UU.HTM diakses pada hari sabtu tanggal 19 Oktober 2013