MAKALAH PRAKTIKUM DDPT
PENILAIAN KERUSAKAN
PENYAKIT TANAMAN
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman cabai ( Capsicum annum L. ) merupakan tanaman semak
yang tergolong sebagai tanaman tahunan, tetapi umumnya diusahakan sebagai
tanaman setahun baik di daerah – daerah beriklim sedang maupun di daerah
tropis. Tanaman cabai berasal dari daerah tropis Amerika Selatan. Tanaman ini
merupakan tanaman rempah – rempah yang mempunyai nilai ekspor tinggi. Cabai
dikenal di seluruh dunia dan digunakan secara meluas dibanyak negara karena
peranannya yang penting didalam masakan. Disamping itu tanaman cabai (Capsicum
spp) merupakan tanaman sayuran utama yang ditanam secara meluas di negara –
negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan negara Asia
lainnya seperti India, Korea dan Cina ( Vos, 1994 ).
Seperti halnya tanaman budidaya yang lain pengusaha tanaman cabai yang
intensif dan meliputi areal yang luas ini telah menimbulkan perkembangan
beberapa jenis hama, sehingga mengakibatkan masalah yang cukup meresahkan. Hama
dan penyakit merupakan pembatas produksi utama.
Hama – hama yang
penting pada tanaman cabai antara lain Aphis (Aphis gossypii Sulz) (Homoptera, Aphididae ), Thrips ( Thrips parvispinus Karny ) (Thysanoptera,
Thrips) dan lalat buah cabai ( Dacus dorsalis Hend ) (Diptera,
Tephritidae) (Setiadi, 1990, Mudjiono,dkk. 1991).
Penyakit yang penting pada tanaman cabai
antara lain adalah penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici ) dan
penyakit bercak daun ( Cercospora capsici ) (Semangun, 1989, Choli, dan
Latif Abadi, 1991). Menurut Vos, 1994 besarnya kehilangan hasil oleh serangan
satu atau lebih hama dan penyakit berkisar anatara 12 – 65 %.
Gulma selalu ada disekitar tanaman budidaya, akan memberikan pengaruh
pada tanaman yang diusahakan, hal ini terjadi karena adanya saling interaksi
antara tanaman dengan gulma. Kehadiran gulma pada tanaman cabai akan
menyebabkan rendahnya produksi, baik secara kwalitatif maupun kuantitatif. Tingginya penurunan hasil panen
yang disebabkan gulma sangat bervariasi tergantung dari jenis tanaman utama.
Gulma dalam jumlah yang cukup banyak dan selama masa pertumbuhan akan
menyebabkan kehilangan hasil secara total. Pengendalian gulma merupakan suatu
hal yang sangat penting (Moenandir, 1988).
Tingginya kehilangan hasil jika gulma tidak dikendalikan tergantung
kepada kerapatan gulma dengan tanaman
utama, spesies gulma, jenis tanaman, teknik bercocok tanam, tingkat kesuburan
tanah, ketersediaan air dalam tanah. Persaingan yang timbul atas kehadiran
gulma pada areal pertanaman mencakup udara dan penguasaan ruang, hal ini
terjadi karena gulma dan tanaman utama tumbuh bersama dalam suatu areal.
Penanaman cabai di lahan yang belum dimanfaatkan ( lahan subur )
merupakan usaha untuk memanfaatkan lahan dan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Masalah – masalah dengan kesehatan tanaman menyebabkan penggunaan
pestisida sangat intensif pada daerah produksi cabai. Penggunaan pestisida
kadang- kadang sangat tinggi. Suatu analisa ekonomi usaha tani di Brebes
menunjukkan bahwa 51% dari biaya sarana produksi (termasuk tenaga kerja) hanya
digunakan untuk membelanjakan pestisida saja (Basuki, 1988). Pemberantasan hama
dan penyakit tanaman dengan pestisida dapat menyebabkan masalah ekologi yang
rawan. Keadaan ini mengakibatkan Pencemaran tanah dan air, adanya resiko tinggi
keracunan residu pestisida yang tinggi pada produk – produk yang dipasarkan dan
biaya produksi tinggi (Vos, 1994).
Asandhi ( 1994 dalam Vos, 1994 ) menjelaskan bahwa di dalam usaha
mengembangkan usaha tani yang berwawasan lingkungan, pemerintah Indonesia telah
memperkenalkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang pada dasarnya adalah
: Pertama menanam tanaman sehat sesuai dengan agroekosistemnya sejak dari
pemilihan benih/ bibit yang sehat, secara persemaian, cara tanam sampai
pemupukannya, sehingga dengan demikian populasi hama tetap di bawah ambang
kendali. Konsep kedua adalah pemanfaatan musuh alami. Ketiga adalah konsep
ambang kendali dimana baru akan digunakan apabila populasi hama telah mencapai
atau melampaui ambang kendali.
B. Tujuan
Untuk
memperkenalkan kepada mahasiswa untuk menentukan tingkat kerusakan mutlak
(persentase kerusakan) dan tingkat kerusakan bervariasi (intensitas serangan)
dari suatu tanaman yang terserang oleh patogen.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman
I. Sistematika
Menurut klasifikasi
dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman cabai
termasuk
kedalam :
kingdom : Plantae (Tumbuhan)
divisi : Magnoliophyta
(Tumbuhan berbunga)
kelas : Magnoliopsida
(berkeping dua /
dikotil)
ordo : Solanales
famili : Solanaceae (suku terung
– terungan)
genus : Capsicum
spesies : Capsicum annum L.
II. Botani
1. Akar
Menurut (Harpenas,
2010), cabai adalah tanaman semusim yang berbentuk perdu dengan perakaran akar
tunggang. Sistem perakaran tanaman cabai agak menyebar, panjangnya berkisar
25-35 cm. Akar ini berfungsi antara lain menyerap air dan zat makanan dari
dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman. Sedangkan menurut
(Tjahjadi, 1991) akar tanaman cabai tumbuh tegak lurus ke dalam tanah,
berfungsi
sebagai penegak pohon yang memiliki kedalaman ± 200 cm serta berwarna coklat.
Dari akar tunggang tumbuh akar- akar cabang, akar cabang tumbuh horisontal
didalam tanah, dari akar cabang tumbuh akar serabut yang berbentuk kecil- kecil
dan membentuk masa yang rapat.
2. Batang
Batang utama cabai menurut (Hewindati,
2006) tegak dan pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm dengan diameter
1,5-2,5 cm. Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5 –
7 cm, diameter batang percabangan
mencapai 0,5 – 1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya
cabang beraturan secara berkesinambungan. Batang cabai memiliki Batang berkayu,
berbuku-buku, percabangan lebar, penampang bersegi, batang muda berambut halus
berwarna hijau. Menurut (Tjahjadi, 1991) tanaman cabai berbatang tegak yang
bentuknya bulat. Tanaman cabai dapat tumbuh setinggi 50 – 150 cm, merupakan
tanaman perdu yang warna batangnya hijau dan beruas-ruas yang dibatasi dengan
buku-buku yang panjang tiap ruas 5 – 10 cm dengan diameter data 5 – 2 cm.
3. Daun
Daun cabai menurut (Dermawan, 2010)
berbentuk hati , lonjong, atau agak bulat telur dengan posisi berselang-seling.
Sedangkan menurut (Hewindati, 2006), daun cabai berbentuk memanjang oval dengan
ujung meruncing atau di istilahkan dengan oblongus acutus, tulang daun
berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian atas
berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau
hijau terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan lebar 3,5-5 cm. Selain itu
daun cabai merupakan Daun tunggal, bertangkai (panjangnya 0,5-2,5 cm), letak
tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur sampai elips, ujung runcing,
pangkal meruncing, tepi rata, petulangan menyirip, panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5
cm, berwarna hijau.
4. Bunga
Menurut (Hendiwati, 2006), bunga tanaman cabai
berbentuk terompet kecil, umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga
yang berwarna ungu. Cabai berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas tidak
berlekatan. Disebut berbunga sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar
bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin
betina. Bunga cabai disebut juga berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat
kelamin jantan dan betina dalam satu bunga. Sedangkan bunga cabai merupakan
bunga tunggal, berbentuk bintang, berwarna putih, keluar dari ketiak daun. (Tjahjadi,
2010) menyebutkan bahwa posisi bunga cabai menggantung. Warna mahkota putih,
memiliki kuping sebanyak 5-6 helai, panjangnya 1- 1,5 cm, lebar 0,5 cm, warna
kepala putik kuning.
5. Buah dan Biji
Buah cabai buahnya buah buni berbentuk
kerucut memanjang, lurus atau bengkok, meruncing pada bagian ujungnya,
menggantung, permukaan licin mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm,
bertangkai pendek, rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, setelah masak
menjadi merah cerah. Sedangkan untuk bijinya biji yang masih muda berwarna
kuning, setelah tua menjadi cokelat, berbentuk pipih, berdiameter sekitar 4 mm.
Rasa buahnya yang pedas dapat mengeluarkan air mata orang yang menciumnya,
tetapi orang tetap membutuhkannya untuk menambah nafsu makan.
III. Syarat Tumbuh
Budidaya cabai memang tergolong beresiko tinggi. Namun resiko ini bisa
diminimalisir dengan memperhatikan beberapa hal yang terkait dengan
budidayanya. Salah satunya adalah dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman
cabai tersebut. Syarat tumbuh cabai ditentukan oleh dua hal
yaitu iklim dan tanah.
1.
Iklim
Curah hujan sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan produksi cabai. Curah hujan yang ideal untuk bertanam cabai adalah
1500 – 2500 mm/ tahun dengan distribusi merata. Curah hujan yang rendah
menyebabkan tanaman kekeringan dan membutuhkan air untuk penyiraman.
Sebaliknya, curah hujan yang tinggi bisa merusak tanaman cabai serta membuat
lahan penanaman becek dan kelembabannya tinggi.
Suhu udara yang cocok pada saat penanaman tanaman cabai adalah berkisar antara 160 C – 320 C. Kelembaban yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70 – 80 %, terutama saat pembentukan bunga dan buah. Pada saat pembungaan sampai dengan pemasakan buah cahaya matahari harus cukup ( 10-12 jam ). Kelembaban yang melebihi 80% memacu pertumbuhan cendawan yang berpotensi menyerang dan merusak tanaman. Sebaliknya, iklim yang kurang dari 70% membuat cabai kering dan mengganggu pertumbuhan generatifnya, terutama saat pembentukan bunga, penyerbukan, dan pembentukan buah.
Suhu udara yang cocok pada saat penanaman tanaman cabai adalah berkisar antara 160 C – 320 C. Kelembaban yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70 – 80 %, terutama saat pembentukan bunga dan buah. Pada saat pembungaan sampai dengan pemasakan buah cahaya matahari harus cukup ( 10-12 jam ). Kelembaban yang melebihi 80% memacu pertumbuhan cendawan yang berpotensi menyerang dan merusak tanaman. Sebaliknya, iklim yang kurang dari 70% membuat cabai kering dan mengganggu pertumbuhan generatifnya, terutama saat pembentukan bunga, penyerbukan, dan pembentukan buah.
2.
Tanah
Tanaman cabai sebaiknya ditanam pada tanah
remah/ gembur dan banyak mengandung unsur hara. Cabai tumbuh optimal di tanah
regosol dan andosol. Penambahan bahan organik, seperti pupuk kandang dan
kompos, saat pengolahan tanah atau sebelum penanaman dapat diaplikasikan untuk
memperbaiki struktur tanah serta mengatasi tanah yang kurang subur atau miskin
unsur hara. Sebaiknya pilih lahan penanaman yang agak
miring untuk menghindari genangan air. Namun, tingkat kemiringan lahan tidak
lebih dari 25%. Lahan yang terlalu miring menyebabkan erosi dan hilangnya
pupuk, karena tercuci oleh air hujan. Tanah yang terlalu datar harus dibuatkan
saluran pembuangan air. Lahan penanaman harus terbuka atau tidak ada naungan.
Kadar keasaman (pH)
tanah yang cocok untuk penanaman cabai secara intensif adalah 5,5- 7,0. Tanah
dengan pH rendah atau asam harus dinetralkan dulu dengan cara menebarkan kapur
pertanian. Sebaliknya, tanah yang terlalu basa atau pH-nya tinggi bisa
dinetralkan dengan cara menaburkan belerang ke lahan penanaman.
Saat ini ketinggian
lahan tidak lagi menjadi masalah untuk menanam cabai. Secara umum, cabai bisa
ditanam pada ketinggian lahan dari 1 – 2.000 m dpl. Ketinggian tempat
berpengaruh pada jenis hama dan penyakit yang menyerang cabai. Di dataran
tinggi, penyakit yang menyerang biasanya disebabkan oleh cendawan atau jamur.
Sedangkan di lahan dataran rendah biasanya penyakit yang menyerang dipicu oleh
bakteri.
B.
Penyakit Tanaman
I. Gejala Serangan
Menurut
(Hewindati, 2006) selain hama, musuh tanaman cabai adalah penyakit yang umumnya
disebabkan oleh jamur /cendawan ataupun bakteri. Setidaknya ada lima penyakit
yang kerap menyerang tanaman cabai yaitu:
1.
Bercak Daun Serkospora (Cercospora capsicii heald et walf)
Gejala akan nampak pada daun, tangkai dan batang. Bercak daun Cercospora dapat menimbulkan defoliasi. Bercak berbentuk oblong (bulat) sirkuler dimana bagian
tengahnya mengering berwarna abu - abu tua dan warna coklat di bagian pinggirannya, dan daun menjadi tua (menguning) sebelum waktunya. Bercak beukuran 0,25 cm atau lebih besar bagi yang
menyatu, bercak menyerupai mata kodok sehingga penyakit ini sering disebut bintik
mata kodok (frog eyes). Pada penampakan satu tanaman banyak daun yang
menguning sebelum waktunya.
2. Busuk Phytoptora (Phytoptora capsicii Leonian)
Seluruh bagian tanaman dapat terinfeksi oleh
penyakit ini. Infeksi pada batang dimulai dari leher batang menjadi busuk basah berwarna hijau setelah kering warna menjadi coklat atau hitam. Serangan yang sama dapat terjadi pada bagian batang lainnya, gejala melanjut dengan kelayuan yang serentak dan tiba-tiba dari bagian tanaman lainnya.Penyakit ini mematikan tanaman muda, gejala lanjut busuk batang menjadi kering mengeras dan seluruh
daun menjadi layu. Gejala pada daun di awali dengan bercak putih seperti tersiram air panas
berbentuk sirkuler atau tidak beraturan. Bercak tersebut melebar mengering seperti kertas dan akhirnya
memutih karena warna masa spora yang putih. Dilapangan tanaman layu secara sporadis.
3. Antraknosa / Patek
Cendawan
ini hidup didalam biji cabai. Menyebabkan bercak hitam yang meluas dan
menyebabkan kebusukan. Mati pucuk yang berlanjut ke bagian bawah. Daun, ranting dan cabang
busuk kering berwarna coklat
kehitam-hitaman. Pada batang acervuli cendawan terlihat berupa benjolan.
4. Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum (E.F)
Sm)
Bakteri
ini hidup didalam jaringan batang, menyebabkan pemucatan tulang daun sebelah
atas, tangkai menunduk. Tanaman muda layu yang dimulai dari pucuk, selanjutnya
seluruh bagian tanaman layu dan mati.
5. Layu Fusarium (Fusarium oxysporium F. sp.
Capsici schlecht)
Gejala yang paling menonjol adalah daun kekuningan
dan layu yang dimulai dari daun bagian atas. Kelayuan ini terjadi secara bertahap sampai terjadi
kelayuan permanen beberapa waktu kemudian dan daun tetap menempel pada batang. Jaringan vaskular berwarna coklat terutama pada
batang bagian bawah dekat akar. Menjelang kematian tanaman tidak ada perubahan
warna, secara external pada batang maupun akar, jaringan kortikal masih tetap utuh. Gejala yang sama akan nampak pada tanaman dalam masa generatif.
II. Patogen
1. Bercak Daun Serkospora
Patogen : Cercospora
capsicii
2. Busuk Phytoptora
Patogen : Phytoptora
capsicii
3. Antraknosa / Patek
Patogen : Colletotrichum
capsicii
4. Layu Bakteri
Patogen
: Ralstonia
solanacearum, Pseudomonas solanacearum
5. Layu Fusarium
Patogen
: Fusarium oxysporium
III.
Pengendalian
1. Pengendalian Bercak Daun Serkospora
1. Pemupukan yang berimbang,yaitu Urea 150-200
kg, ZA 450-500 kg, TSP 100-150 kg,
KCL 100-150 kg, dan pupuk organik 20-30 ton per_hektar.
2. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran
tinggi dapat mengurangi serangan hama dan penyakit serta menaikkan hasil panen.
3. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami di dataran rendah mengurangi infestasi antraknos dan penyakit tanah terutama di musim hujan.
4. Untuk bercak sercospora di anjurkan
menggunakan daun mindi (Melia azedarach)pada konsentrasi 1:20
(berat/volume).
5. Penyakit bercak daun Cercospora capsici dikendalikan
dengan fungisida difenoconazole
(score 250 EC dengan konsentrasi 0,5 ml/l).Interval penyemprotan
7 hari.
6. Untuk mengurangi penggunaan pestisida,di anjurkan untuk menggunakan nozel kipas
yang butiran semprotannya berupa kabut dan merata.
2.
Pengendalian Busuk Phytoptora
1. Pemupukan yang berimbang,yaitu Urea 150-200
kg, ZA 450-500 kg, TSP 100-150 kg, KCL 100-150 kg, dan pupuk organik 20-30 ton per_hektar.
2. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran
tinggi dapat mengurangi serangan hama dan penyakit serta menaikkan hasil panen.
3. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi, dan jerami di dataran rendah mengurangi infestasi penyakit, terutama di musim hujan.
4. Tanaman muda yang terinfeksi penyakit
dilapangan di musnahkan dan disulam dengan yang sehat.
5. Cendawan Phytophthora capsici dapat
dikendalikan dangan fungisida sistemik Metalaksil –M 4% + Mancozeb 64% (ridomil gold MZ WP)pada konsentrasi 3
g/l air, bergantian dengan fungisida kontak seperti klorotalonil
(daconil 500 F,2g/l), fungisida sistemik digunakan maksimal empat kali
per musim.
6. Untuk mengurangi penggunaan
pestisida,dianjurkan untuk menggunakan nozel kipas
yang butiran semprotannya berupa kabut dan merata.
3.
Pengendalian Antraknosa
/ Patek
1. Pemupukan yang berimbang,yaitu Urea 150-200
kg, ZA 450-500 kg, TSP 100-150 kg, KCL 100-150 kg, dan pupuk organik 20-30 ton per_hektar.
2. Intercropping antara cabai dan tomat di dataran
tinggi dapat mengurangi serangan hama dan penyakit serta menaikkan hasil panen.
3. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran
tinggi dan jerami di dataran rendah mengurangi infestasi antraknos dan penyakit tanah,terutama di musim hujan.
4. Penyakit antraknos Colletotrichum spp,dikendalikan
dengan fungisida klorotalonil (daconil 500 F,2g/l) atau Propineb (Antracol 70 WP,2g/l).Kedua
fungisida ini digunakan secara bergantian.
5. Untuk mengurangi penggunaan pestisida,di
anjurkan untuk menggunakan nozel kipas yang butiran semprotannya berupa kabut yang merata.
4. Pengendalian Layu
Bakteri
1. Media untuk penyemaian menggunakan lapisan sub
soil 1,5-2 m di bawah permukaan tanah,pupuk kandang matang yang halus dan pasir kali pada perbandingan
1:1:1 campuran media ini di pasteurisasi selama 2 jam.
2. Semaian yang terinfeksi penyakit harus dicabut
dan dimusnahkan,media tanah yang terkontaminasi dibuang.
3. Naungan persemaian secara bertahap dibuka agar matahari masuk dan tanaman
menjadi lebih kuat.
4. Penggunaan fungisida/bakterisida selektif dengan
dosis batas terendah.
5. Pengendalian Layu Fusarium
1. Tanaman-tanaman yang terkontaminasi penyakit layu jangan di gunakan,infeksi
penyakit layu dapat di pelajari pada tanaman sebelumnya.
2. Membersihkan lahan dari sisa – sisa tanaman dan gulma sebelumnya,membalik tanah agar terkena sinar matahari.
3. Pemupukan yang berimbang yaitu Urea 150-200 kg, ZA 450-500 kg, TSP 100-150
kg, KCL 100-150 kg, dan pupuk organik 20-30 ton per_hektar.
4. Intercropping antara
cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi serangan
hama dan penyakit serta menaikkan hasil.
5. Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami di dataran rendah
mengurangi penyakit tanah,terutama di musim hujan.
6. Tanaman muda yang terinfeksi penyakit dimusnahkan dan disulam dengan yang sehat.
III. PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu
·
Tempat : Kebun
percobaan Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
Indralaya.
·
Waktu : Pada bulan
Maret – Mei 2011.
B. Alat dan Bahan
·
Alat : Cangkul, Scraft, Tali Rafia, Ranting –
ranting kecil,Polybag.
·
Bahan : Benih tanaman cabai, pupuk kompos.
C.
Cara Kerja
1. Bawahlah mahasiswa praktikum ke lapangan disekitar kampus unsri dan amatilah tanaman – tanaman yang ada di lapangan tersebut.
1. Bawahlah mahasiswa praktikum ke lapangan disekitar kampus unsri dan amatilah tanaman – tanaman yang ada di lapangan tersebut.
2. Bloklah tanaman yang sakit tersebut, dan
berilah penjelasan mengenai cara perhitungan
kerusakan mutlak (persentase kerusakan) dan kerusakan bervariasi (intensitas serangan).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pada Tanaman Cabai
·
Tanaman 1
Persentase serangan
penyakit
P = n
X 100%
N
= 8 X 100% =
32 %
25
Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v ) X 100 %
Z x N
I
= (20 x 0) + ( 2 x 1 ) + (2 x
2) + ( 0 x 3 ) + (1 x 4) X 100 %
4 x 25
= 10
X 100 %
100
= 10 %
·
Tanaman 2
Persentase serangan
penyakit
P = n
X 100%
N
= 7 X 100% =
53,84 %
13
Intensitas
serangan penyakit
I = ∑ ( n x v ) X 100 %
Z x N
I
= (6 x 0) + ( 2 x 1 ) + (0 x
2) + ( 3 x 3 ) + (2 x 4) X 100 %
4 x 13
= 19
X 100 %
52
= 36,53 %
·
Tanaman
3
Persentase serangan
penyakit
P = n
X 100%
N
= 7 X 100% =
53,84 %
13
Intensitas
serangan penyakit
I = ∑ ( n x v ) X 100 %
Z x N
I
= (6 x 0) + ( 2 x 1 ) + (0 x
2) + ( 3 x 3 ) + (2 x 4) X 100 %
4 x 13
= 19
X 100 %
52
= 36,53 %
·
Tanaman 4
Persentase serangan
penyakit
P = n
X 100%
N
= 8
X 100% = 57,14 %
14
Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v ) X 100 %
Z x N
I
= (7 x 0) + ( 2 x 1 ) + (1 x
2) + ( 2 x 3 ) + (2 x 4) X 100 %
4 x 14
= 18
X 100 %
56
= 32,14 %
·
Tanaman
5
Persentase serangan
penyakit
P = n
X 100%
N
= 3
X 100% = 50 %
6
Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v ) X 100 %
Z x N
I
= (2 x 0) + ( 0 x 1 ) + (2x 2)
+ ( 1 x 3 ) + (1 x 4) X 100 %
4 x 6
= 11
X 100 %
24
= 43,33 %
·
Tanaman
6
Persentase serangan
penyakit
P = n
X 100%
N
= 4
X 100% = 66,66 %
7
Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v ) X 100 %
Z x N
I
= (3 x 0) + ( 1 x 1 ) + (2x 2)
+ ( 0 x 3 ) + (1 x 4) X 100 %
4 x 7
= 9 X
100 %
28
= 32,14 %
·
Tanaman
7
Persentase serangan
penyakit
P = n
X 100%
N
= 7 X 100% =
53,84 %
13
Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v ) X 100 %
Z x N
I
= (6 x 0) + ( 2 x 1 ) + (0 x
2) + ( 3 x 3 ) + (2 x 4) X 100 %
4 x 13
= 19
X 100 %
52
= 36,53 %
·
Tanaman
8
Persentase serangan
penyakit
P = n
X 100%
N
= 5 X 100% =
50 %
10
Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v ) X 100 %
Z x N
I
= (0 x 0) + ( 2 x 1 ) + (1 x
2) + ( 1 x 3 ) + (2 x 4) X 100 %
4 x 10
= 15 X 100 %
40
= 37,5 %
·
Tanaman
9
Persentase serangan
penyakit
P = n
X 100%
N
= 5 X 100% =
25 %
20
Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v ) X 100 %
Z x N
I
= (1 x 0) + ( 1 x 1 ) + (1 x
2) + ( 1x 3 ) + (1 x 4) X 100 %
4 x 5
= 10
X 100 %
20
= 50 %
·
Tanaman
10
Persentase serangan
penyakit
P = n
X 100%
N
= 5 X 100% =
71,42 %
7
Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v ) X 100 %
Z x N
I
= (0 x 0) + ( 2 x 1 ) + (1 x
2) + ( 2x 3 ) + (0 x 4) X 100 %
4 x 7
= 10
X 100 %
28
= 35,71 %
B. Pembahasan
Hambatan paling besar
menanam cabai biasanya datang dari keberadaan hama dan penyakit yang seringkali
membuat tanaman rusak pada bagian tertentu yang bisa menyebabkan gagal
produksi. Cukup banyak jenis penyakit yang menyerang tanaman cabai ini dari
fase benih sampai panen. Namun hanya beberapa yang utama dan paling merusak.
Berikut adalah pembahasan mengenai penyakit utama pada tanaman cabai yang
diamati. Sebagai budidaya, tentu saja pengembangan tanaman cabai tidak bisa
terlepas dari pengendalian penyakit. Meskipun komoditas ini sangat menjanjikan,
namun tidak sedikit dari para petani yang mengeluh akibat kehadiran pengganggu
keberhasilan budidayanya. Kerugian yang diakibatkan penyakit telah membuat
tidak sedikit para petani yang bangkrut dan tidak mau membudidayakan tanaman
cabai lagi.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, tingkat serangan penyakit tanaman terhadap tanaman yang diamati adalah :
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, tingkat serangan penyakit tanaman terhadap tanaman yang diamati adalah :
Pada tanaman 1, kerusakan bervariasi
adalah 10% dan kerusakan mutlak sebesar 32%, terhadap tanaman atau bagian yang
diamati. Pada tanaman 2, kerusakan bervariasi adalah 36,53% dan kerusakan
mutlak sebesar 53,84, hal ini menunjukkan bahwa terdapat serangan dengan skala
skor 2 dan skor 3. Pada tanaman 3, kerusakan bervariasi adalah 36,53% dan
kerusakan mutlak sebesar 53,84%, hal ini menunjukkan terdapat serangan dengan
skala skor 3. Pada tanaman 4, kerusakan bervariasi adalah 32,14% dan kerusakan
mutlak sebesar 57,14%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut terdapat
serangan dengan skala skor 3.
Pada tanaman 5, kerusakan bervariasi
adalah 43,83% dan kerusakan mutlak sebesar 50%, kerusakan bervariasi dan juga
mutlak berada dibawah 50%, hal ini menunjukkan serangan penyakit tanaman belum
begitu berbahaya.
Pada tanaman 6, kerusakan bervariasi adalah 32,14 % dan kerusakan mutlak sebesar 66,66 %, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut terdapat serangan dengan skala skor 3. Pada tanaman 7, kerusakan bervariasi adalah 36,53% dan kerusakan mutlak sebesar 53,84%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami intensitas serangan dengan skala skor 3. Pada tanaman 8, kerusakan bervariasi adalah 37,5% dan kerusakan mutlak sebesar 50%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut terdapat serangan terhadap tanaman dengan skor 2.
Pada tanaman 6, kerusakan bervariasi adalah 32,14 % dan kerusakan mutlak sebesar 66,66 %, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut terdapat serangan dengan skala skor 3. Pada tanaman 7, kerusakan bervariasi adalah 36,53% dan kerusakan mutlak sebesar 53,84%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami intensitas serangan dengan skala skor 3. Pada tanaman 8, kerusakan bervariasi adalah 37,5% dan kerusakan mutlak sebesar 50%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut terdapat serangan terhadap tanaman dengan skor 2.
Pada tanaman 9, kerusakan bervariasi
adalah 50% dan kerusakan mutlak sebesar 25%, kerusakan bervariasi dan juga
mutlak berada dibawah 50%, hal ini menunjukkan serangan penyakit tanaman belum
begitu berbahaya.
Pada tanaman 10, kerusakan bervariasi adalah 35,71% dan kerusakan mutlak sebesar 71,42%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami kerusakan yang sangat membahayakan tanaman tersebut atau dapat dikatakan hampir mencapai ambang batas serangan penyakit.
Pada tanaman 10, kerusakan bervariasi adalah 35,71% dan kerusakan mutlak sebesar 71,42%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami kerusakan yang sangat membahayakan tanaman tersebut atau dapat dikatakan hampir mencapai ambang batas serangan penyakit.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
• Pada tanaman cabai, hambatan terbesar yang
dapat menurunkan hasil produksi tanaman adalah dengan adanya
hama dan penyakit tanaman yang menyerang tanaman tersebut.
• Pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai sangat diperlukan agar tidak terjadi puso pada tanaman cabai.
• Pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan dengan cara kultur teknis, pemilihan bibit/ benih yang unggul
serta dapat juga dilakukan dengan cara kimia yaitu dengan
menggunakan zat – zat kimia.
• Suhu udara yang cocok pada saat penanaman tanaman cabai adalah berkisar antara 160 C – 320 C dan kelembaban yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70 – 80 %, terutama saat pembentukan bunga dan buah.
• Suhu udara yang cocok pada saat penanaman tanaman cabai adalah berkisar antara 160 C – 320 C dan kelembaban yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70 – 80 %, terutama saat pembentukan bunga dan buah.
• Kadar keasaman (pH) tanah yang cocok untuk penanaman cabai secara intensif adalah 5,5- 7,0.
B. Saran
Pada pengendalian penyakit tanaman pada cabai, sebaiknya penanaman cabai dilakukan di akhir musim hujan dan pada awal musim kemarau (Maret – April) hal ini dimaksudkan agar tanaman cabai dapat terhindar dari serangan penyakit misalnya antraknosa. Selain penanaman yang dilakukan pada awal musim kemarau, sebaiknya tanaman cabai ditanam dilahan yang agak miring agar tidak terjadi genangan air.
DAFTAR
PUSTAKA
Harpenas,
Asep & R. Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Tjahjadi,
Nur. 1991. Bertanam Cabai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Hewindati,
Yuni Tri dkk. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta.
Djarwaningsih,
T. 1984. Jenis- jenis Cabai di Indonesia, dalam Penelitian
Peningkatan Pendayagunaan Sumber
Daya Alam, hlm 232-235.
http://plantamor.com/
sistematika_cabai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar