Jumat, 11 April 2014

Laporan kerusakan tanaman

MAKALAH PRAKTIKUM DDPT
PENILAIAN KERUSAKAN PENYAKIT TANAMAN





JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA




I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
       Tanaman cabai ( Capsicum annum L. ) merupakan tanaman semak yang tergolong sebagai tanaman tahunan, tetapi umumnya diusahakan sebagai tanaman setahun baik di daerah – daerah beriklim sedang maupun di daerah tropis. Tanaman cabai berasal dari daerah tropis Amerika Selatan. Tanaman ini merupakan tanaman rempah – rempah yang mempunyai nilai ekspor tinggi. Cabai dikenal di seluruh dunia dan digunakan secara meluas dibanyak negara karena peranannya yang penting didalam masakan. Disamping itu tanaman cabai (Capsicum spp) merupakan tanaman sayuran utama yang ditanam secara meluas di negara – negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan negara Asia lainnya seperti India, Korea dan Cina ( Vos, 1994 ).
       Seperti halnya tanaman budidaya yang lain pengusaha tanaman cabai yang intensif dan meliputi areal yang luas ini telah menimbulkan perkembangan beberapa jenis hama, sehingga mengakibatkan masalah yang cukup meresahkan. Hama dan penyakit merupakan pembatas produksi utama. Hama – hama yang penting pada tanaman cabai antara lain Aphis (Aphis gossypii Sulz) (Homoptera, Aphididae ), Thrips ( Thrips parvispinus Karny ) (Thysanoptera, Thrips) dan lalat buah cabai ( Dacus dorsalis Hend ) (Diptera, Tephritidae) (Setiadi, 1990, Mudjiono,dkk. 1991).
       Penyakit yang penting pada tanaman cabai antara lain adalah penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici ) dan penyakit bercak daun ( Cercospora capsici ) (Semangun, 1989, Choli, dan Latif Abadi, 1991). Menurut Vos, 1994 besarnya kehilangan hasil oleh serangan satu atau lebih hama dan penyakit berkisar anatara 12 – 65 %.
       Gulma selalu ada disekitar tanaman budidaya, akan memberikan pengaruh pada tanaman yang diusahakan, hal ini terjadi karena adanya saling interaksi antara tanaman dengan gulma. Kehadiran gulma pada tanaman cabai akan menyebabkan rendahnya produksi, baik secara kwalitatif maupun kuantitatif. Tingginya penurunan hasil panen yang disebabkan gulma sangat bervariasi tergantung dari jenis tanaman utama. Gulma dalam jumlah yang cukup banyak dan selama masa pertumbuhan akan menyebabkan kehilangan hasil secara total. Pengendalian gulma merupakan suatu hal yang sangat penting (Moenandir, 1988).
       Tingginya kehilangan hasil jika gulma tidak dikendalikan tergantung kepada  kerapatan gulma dengan tanaman utama, spesies gulma, jenis tanaman, teknik bercocok tanam, tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air dalam tanah. Persaingan yang timbul atas kehadiran gulma pada areal pertanaman mencakup udara dan penguasaan ruang, hal ini terjadi karena gulma dan tanaman utama tumbuh bersama dalam suatu areal.
       Penanaman cabai di lahan yang belum dimanfaatkan ( lahan subur ) merupakan usaha untuk memanfaatkan lahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Masalah – masalah dengan kesehatan tanaman menyebabkan penggunaan pestisida sangat intensif pada daerah produksi cabai. Penggunaan pestisida kadang- kadang sangat tinggi. Suatu analisa ekonomi usaha tani di Brebes menunjukkan bahwa 51% dari biaya sarana produksi (termasuk tenaga kerja) hanya digunakan untuk membelanjakan pestisida saja (Basuki, 1988). Pemberantasan hama dan penyakit tanaman dengan pestisida dapat menyebabkan masalah ekologi yang rawan. Keadaan ini mengakibatkan Pencemaran tanah dan air, adanya resiko tinggi keracunan residu pestisida yang tinggi pada produk – produk yang dipasarkan dan biaya produksi tinggi (Vos, 1994).
       Asandhi ( 1994 dalam Vos, 1994 ) menjelaskan bahwa di dalam usaha mengembangkan usaha tani yang berwawasan lingkungan, pemerintah Indonesia telah memperkenalkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang pada dasarnya adalah : Pertama menanam tanaman sehat sesuai dengan agroekosistemnya sejak dari pemilihan benih/ bibit yang sehat, secara persemaian, cara tanam sampai pemupukannya, sehingga dengan demikian populasi hama tetap di bawah ambang kendali. Konsep kedua adalah pemanfaatan musuh alami. Ketiga adalah konsep ambang kendali dimana baru akan digunakan apabila populasi hama telah mencapai atau melampaui ambang kendali.

B. Tujuan
            Untuk memperkenalkan kepada mahasiswa untuk menentukan tingkat kerusakan mutlak (persentase kerusakan) dan tingkat kerusakan bervariasi (intensitas serangan) dari suatu tanaman yang terserang oleh patogen.











II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman
I. Sistematika
            Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman cabai
 termasuk kedalam :
kingdom          : Plantae (Tumbuhan)
divisi                : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
kelas                : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
ordo                 : Solanales
famili               : Solanaceae (suku terungterungan)
genus               : Capsicum
spesies             : Capsicum annum L.

II. Botani
            1. Akar
                   Menurut (Harpenas, 2010), cabai adalah tanaman semusim yang berbentuk perdu dengan perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman cabai agak menyebar, panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi antara lain menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman. Sedangkan menurut (Tjahjadi, 1991) akar tanaman cabai tumbuh tegak lurus ke dalam tanah,

berfungsi sebagai penegak pohon yang memiliki kedalaman ± 200 cm serta berwarna coklat. Dari akar tunggang tumbuh akar- akar cabang, akar cabang tumbuh horisontal didalam tanah, dari akar cabang tumbuh akar serabut yang berbentuk kecil- kecil dan membentuk masa yang rapat.
2. Batang
        Batang utama cabai menurut (Hewindati, 2006) tegak dan pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm. Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5 – 7  cm, diameter batang percabangan mencapai 0,5 – 1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan secara berkesinambungan. Batang cabai memiliki Batang berkayu, berbuku-buku, percabangan lebar, penampang bersegi, batang muda berambut halus berwarna hijau. Menurut (Tjahjadi, 1991) tanaman cabai berbatang tegak yang bentuknya bulat. Tanaman cabai dapat tumbuh setinggi 50 – 150 cm, merupakan tanaman perdu yang warna batangnya hijau dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku yang panjang tiap ruas 5 – 10 cm dengan diameter data 5 – 2  cm.
3.  Daun
          Daun cabai menurut (Dermawan, 2010) berbentuk hati , lonjong, atau agak bulat telur dengan posisi berselang-seling. Sedangkan menurut (Hewindati, 2006), daun cabai berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing atau di istilahkan dengan oblongus acutus, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan lebar 3,5-5 cm. Selain itu daun cabai merupakan Daun tunggal, bertangkai (panjangnya 0,5-2,5 cm), letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur sampai elips, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, petulangan menyirip, panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5 cm, berwarna hijau.


4.  Bunga
                                Menurut (Hendiwati, 2006), bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil, umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna ungu. Cabai berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas tidak berlekatan. Disebut berbunga sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Bunga cabai disebut juga berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga. Sedangkan bunga cabai merupakan bunga tunggal, berbentuk bintang, berwarna putih, keluar dari ketiak daun. (Tjahjadi, 2010) menyebutkan bahwa posisi bunga cabai menggantung. Warna mahkota putih, memiliki kuping sebanyak 5-6 helai, panjangnya 1- 1,5 cm, lebar 0,5 cm, warna kepala putik kuning.
5. Buah dan Biji
        Buah cabai buahnya buah buni berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok, meruncing pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, setelah masak menjadi merah cerah. Sedangkan untuk bijinya biji yang masih muda berwarna kuning, setelah tua menjadi cokelat, berbentuk pipih, berdiameter sekitar 4 mm. Rasa buahnya yang pedas dapat mengeluarkan air mata orang yang menciumnya, tetapi orang tetap membutuhkannya untuk menambah nafsu makan.

III. Syarat Tumbuh
               Budidaya cabai memang tergolong beresiko tinggi. Namun resiko ini bisa diminimalisir dengan memperhatikan beberapa hal yang terkait dengan budidayanya. Salah satunya adalah dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman cabai tersebut. Syarat tumbuh cabai ditentukan oleh dua hal yaitu iklim dan tanah.
1. Iklim      
          Curah hujan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan produksi cabai. Curah hujan yang ideal untuk bertanam cabai adalah 1500 – 2500 mm/ tahun dengan distribusi merata. Curah hujan yang rendah menyebabkan tanaman kekeringan dan membutuhkan air untuk penyiraman. Sebaliknya, curah hujan yang tinggi bisa merusak tanaman cabai serta membuat lahan penanaman becek dan kelembabannya tinggi.
Suhu udara yang cocok pada saat penanaman tanaman cabai adalah berkisar antara 160 C – 320 C. Kelembaban yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70 – 80 %, terutama saat pembentukan bunga dan buah. Pada saat pembungaan sampai dengan pemasakan buah cahaya matahari harus cukup ( 10-12 jam ).
Kelembaban yang melebihi 80% memacu pertumbuhan cendawan yang berpotensi menyerang dan merusak tanaman. Sebaliknya, iklim yang kurang dari 70% membuat cabai kering dan mengganggu pertumbuhan generatifnya, terutama saat pembentukan bunga, penyerbukan, dan pembentukan buah.
2. Tanah
          Tanaman cabai sebaiknya ditanam pada tanah remah/ gembur dan banyak mengandung unsur hara. Cabai tumbuh optimal di tanah regosol dan andosol. Penambahan bahan organik, seperti pupuk kandang dan kompos, saat pengolahan tanah atau sebelum penanaman dapat diaplikasikan untuk memperbaiki struktur tanah serta mengatasi tanah yang kurang subur atau miskin unsur hara. Sebaiknya pilih lahan penanaman yang agak miring untuk menghindari genangan air. Namun, tingkat kemiringan lahan tidak lebih dari 25%. Lahan yang terlalu miring menyebabkan erosi dan hilangnya pupuk, karena tercuci oleh air hujan. Tanah yang terlalu datar harus dibuatkan saluran pembuangan air. Lahan penanaman harus terbuka atau tidak ada naungan. Kadar keasaman (pH) tanah yang cocok untuk penanaman cabai secara intensif adalah 5,5- 7,0. Tanah dengan pH rendah atau asam harus dinetralkan dulu dengan cara menebarkan kapur pertanian. Sebaliknya, tanah yang terlalu basa atau pH-nya tinggi bisa dinetralkan dengan cara menaburkan belerang ke lahan penanaman. Saat ini ketinggian lahan tidak lagi menjadi masalah untuk menanam cabai. Secara umum, cabai bisa ditanam pada ketinggian lahan dari 1 – 2.000 m dpl. Ketinggian tempat berpengaruh pada jenis hama dan penyakit yang menyerang cabai. Di dataran tinggi, penyakit yang menyerang biasanya disebabkan oleh cendawan atau jamur. Sedangkan di lahan dataran rendah biasanya penyakit yang menyerang dipicu oleh bakteri.

B. Penyakit Tanaman
I. Gejala Serangan
       Menurut (Hewindati, 2006) selain hama, musuh tanaman cabai adalah penyakit yang umumnya disebabkan oleh jamur /cendawan ataupun bakteri. Setidaknya ada lima penyakit yang kerap menyerang tanaman cabai yaitu:
1. Bercak Daun Serkospora (Cercospora capsicii heald et walf)
Gejala akan nampak pada daun, tangkai dan batang. Bercak daun Cercospora dapat menimbulkan defoliasi. Bercak berbentuk oblong (bulat) sirkuler dimana bagian tengahnya mengering berwarna abu - abu tua dan warna coklat di bagian pinggirannya, dan daun menjadi tua (menguning) sebelum waktunya. Bercak beukuran 0,25 cm atau lebih besar bagi yang menyatu, bercak menyerupai mata kodok sehingga penyakit ini sering disebut bintik mata kodok (frog eyes). Pada penampakan satu tanaman banyak daun yang menguning sebelum waktunya.
2. Busuk Phytoptora (Phytoptora capsicii Leonian)
Seluruh bagian tanaman dapat terinfeksi oleh penyakit ini. Infeksi pada batang dimulai dari leher batang menjadi busuk basah berwarna hijau setelah kering warna menjadi coklat atau hitam. Serangan yang sama dapat terjadi pada bagian batang lainnya, gejala melanjut dengan kelayuan yang serentak dan tiba-tiba dari bagian tanaman lainnya.Penyakit ini mematikan tanaman muda, gejala lanjut busuk batang menjadi kering mengeras dan seluruh daun menjadi layu. Gejala pada daun di awali dengan bercak putih seperti tersiram air panas berbentuk sirkuler atau tidak beraturan. Bercak tersebut melebar mengering seperti kertas dan akhirnya memutih karena warna masa spora yang putih. Dilapangan tanaman layu secara sporadis.
3. Antraknosa / Patek
Cendawan ini hidup didalam biji cabai. Menyebabkan bercak hitam yang meluas dan menyebabkan kebusukan. Mati pucuk yang berlanjut ke bagian bawah. Daun, ranting dan cabang busuk kering berwarna coklat kehitam-hitaman. Pada batang acervuli cendawan terlihat berupa benjolan.
4. Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum (E.F) Sm)
Bakteri ini hidup didalam jaringan batang, menyebabkan pemucatan tulang daun sebelah atas, tangkai menunduk. Tanaman muda layu yang dimulai dari pucuk, selanjutnya seluruh bagian tanaman layu dan mati.
5. Layu Fusarium (Fusarium oxysporium F. sp. Capsici schlecht)
Gejala yang paling menonjol adalah daun kekuningan dan layu yang dimulai dari daun bagian atas. Kelayuan ini terjadi secara bertahap sampai terjadi kelayuan permanen beberapa waktu kemudian dan daun tetap menempel pada batang. Jaringan vaskular berwarna coklat terutama pada batang bagian bawah dekat akar. Menjelang kematian tanaman tidak ada perubahan warna, secara external pada batang maupun akar, jaringan kortikal masih tetap utuh. Gejala yang sama akan nampak pada tanaman dalam masa generatif.

II. Patogen
  1. Bercak Daun Serkospora      
     Patogen : Cercospora capsicii
2. Busuk Phytoptora
          Patogen : Phytoptora capsicii
3. Antraknosa / Patek
          Patogen : Colletotrichum capsicii
4. Layu Bakteri
            Patogen : Ralstonia solanacearum, Pseudomonas solanacearum
5. Layu Fusarium
          Patogen  : Fusarium oxysporium

III. Pengendalian
1. Pengendalian Bercak Daun Serkospora
     1.  Pemupukan yang berimbang,yaitu Urea 150-200 kg, ZA 450-500 kg, TSP 100-150 kg, KCL 100-150 kg, dan pupuk organik 20-30 ton per_hektar.
     2.  Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi    serangan hama dan penyakit serta menaikkan hasil panen.
     3.  Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami di dataran       rendah mengurangi infestasi antraknos dan penyakit tanah terutama di           musim hujan.
     4.  Untuk bercak sercospora di anjurkan menggunakan daun mindi (Melia        azedarach)pada konsentrasi 1:20 (berat/volume).
     5.    Penyakit bercak daun Cercospora capsici dikendalikan dengan fungisida               difenoconazole (score 250 EC dengan konsentrasi 0,5 ml/l).Interval   penyemprotan 7 hari.
     6.    Untuk mengurangi penggunaan pestisida,di anjurkan untuk menggunakan nozel kipas yang butiran semprotannya berupa kabut dan merata.



2. Pengendalian Busuk Phytoptora
     1.    Pemupukan yang berimbang,yaitu Urea 150-200 kg, ZA 450-500 kg, TSP   100-150 kg, KCL 100-150 kg, dan pupuk organik 20-30 ton per_hektar.
     2.    Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi    serangan hama dan penyakit serta menaikkan hasil panen.
     3.    Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran      rendah mengurangi infestasi penyakit, terutama di musim hujan.
          4.    Tanaman muda yang terinfeksi penyakit dilapangan di musnahkan dan        disulam dengan yang sehat.
     5.                Cendawan Phytophthora capsici dapat dikendalikan dangan fungisida        sistemik Metalaksil –M 4% + Mancozeb 64% (ridomil gold MZ WP)pada            konsentrasi  3 g/l air, bergantian dengan fungisida kontak seperti         klorotalonil (daconil 500 F,2g/l), fungisida sistemik digunakan maksimal     empat kali per musim.
           6.    Untuk mengurangi penggunaan pestisida,dianjurkan untuk menggunakan    nozel kipas yang butiran semprotannya berupa kabut dan merata.
3. Pengendalian Antraknosa / Patek
1.    Pemupukan yang berimbang,yaitu Urea 150-200 kg, ZA 450-500 kg, TSP   100-150 kg, KCL 100-150 kg, dan pupuk organik 20-30 ton per_hektar.
2.    Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat mengurangi    serangan hama dan penyakit serta menaikkan hasil panen.
      3.    Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami di dataran       rendah mengurangi infestasi antraknos dan penyakit tanah,terutama di             musim hujan.
4.   Penyakit antraknos Colletotrichum spp,dikendalikan dengan fungisida         klorotalonil (daconil 500 F,2g/l) atau Propineb (Antracol 70     WP,2g/l).Kedua fungisida ini digunakan secara bergantian.
5.    Untuk mengurangi penggunaan pestisida,di anjurkan untuk menggunakan   nozel kipas yang butiran semprotannya berupa kabut yang merata.


4. Pengendalian Layu Bakteri
1.        Media untuk penyemaian menggunakan lapisan sub soil 1,5-2 m di bawah   permukaan tanah,pupuk kandang matang yang halus dan pasir kali pada       perbandingan 1:1:1 campuran media ini di pasteurisasi selama 2 jam.
2.        Semaian yang terinfeksi penyakit harus dicabut dan dimusnahkan,media     tanah yang terkontaminasi dibuang.
3.         Naungan persemaian secara bertahap dibuka agar matahari masuk dan         tanaman menjadi lebih kuat.
4.      Penggunaan fungisida/bakterisida selektif dengan dosis batas terendah.

5. Pengendalian Layu Fusarium
1.                Tanaman-tanaman yang terkontaminasi penyakit layu jangan di       gunakan,infeksi penyakit layu dapat di pelajari pada tanaman      sebelumnya.
2.    Membersihkan lahan dari sisasisa tanaman dan gulma       sebelumnya,membalik tanah agar terkena sinar matahari.
3.                Pemupukan yang berimbang yaitu Urea 150-200 kg, ZA 450-500    kg,       TSP 100-150 kg, KCL 100-150 kg, dan pupuk organik 20-30 ton             per_hektar.
4.                Intercropping antara cabai dan tomat di dataran tinggi dapat            mengurangi serangan hama dan penyakit serta menaikkan hasil.
5.                Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi dan jerami di dataran       rendah mengurangi penyakit tanah,terutama di musim hujan.
6.                Tanaman muda yang terinfeksi penyakit dimusnahkan dan disulam dengan             yang sehat.





III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu
·           Tempat :  Kebun percobaan Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas                                 Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya.
·         Waktu   : Pada bulan Maret – Mei 2011.
B. Alat dan Bahan
·         Alat     : Cangkul, Scraft, Tali Rafia, Ranting – ranting kecil,Polybag.
·         Bahan  : Benih tanaman cabai, pupuk kompos.

C. Cara Kerja
1.
Bawahlah mahasiswa praktikum ke lapangan disekitar kampus unsri dan     amatilah tanaman – tanaman yang ada di lapangan tersebut.
2. Bloklah tanaman yang sakit tersebut, dan berilah penjelasan mengenai cara             perhitungan kerusakan mutlak (persentase kerusakan) dan kerusakan     bervariasi (intensitas serangan).








IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
          Pada Tanaman Cabai
·         Tanaman 1
Persentase serangan penyakit
P  =   n   X 100%
         N
   =  8  X 100%            = 32 %
       25
            Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v )  X 100 %
                                  Z x N
I  =  (20 x 0) + ( 2 x 1 ) + (2 x 2) + ( 0 x 3 ) + (1 x 4)   X 100 %
                                                           4 x 25
   =  10  X 100 %
                               100
   = 10 %
·         Tanaman 2
Persentase serangan penyakit
P  =   n   X 100%
         N
   =  7  X 100%            = 53,84 %
       13

            Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v )  X 100 %
                                  Z x N
I  =  (6 x 0) + ( 2 x 1 ) + (0 x 2) + ( 3 x 3 ) + (2 x 4)   X 100 %
                                                           4 x 13
   =  19  X 100 %
                               52
   = 36,53 %

·         Tanaman 3
Persentase serangan penyakit
P  =   n   X 100%
         N
   =  7  X 100%            = 53,84 %
       13
            Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v )  X 100 %
                                  Z x N
I  =  (6 x 0) + ( 2 x 1 ) + (0 x 2) + ( 3 x 3 ) + (2 x 4)   X 100 %
                                                           4 x 13
   =  19  X 100 %
                               52
   = 36,53 %
·         Tanaman 4
Persentase serangan penyakit
P  =   n   X 100%
         N
    =  8  X 100%    = 57,14 %
       14
           

            Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v )  X 100 %
                                  Z x N
I  =  (7 x 0) + ( 2 x 1 ) + (1 x 2) + ( 2 x 3 ) + (2 x 4)   X 100 %
                                                           4 x 14
   =  18  X 100 %
                               56
   = 32,14 %
·         Tanaman 5
Persentase serangan penyakit
P  =   n   X 100%
         N
    =  3  X 100%    = 50 %
        6
            Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v )  X 100 %
                                  Z x N
I  =  (2 x 0) + ( 0 x 1 ) + (2x 2) + ( 1 x 3 ) + (1 x 4)   X 100 %
                                                           4 x 6
   =  11  X 100 %
                               24
   = 43,33 %
·         Tanaman 6
Persentase serangan penyakit
P  =   n   X 100%
         N
    =  4  X 100%    = 66,66 %
        7
            Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v )  X 100 %
                                  Z x N
I  =  (3 x 0) + ( 1 x 1 ) + (2x 2) + ( 0 x 3 ) + (1 x 4)   X 100 %
                                                           4 x 7
   =  9  X 100 %
                               28
   = 32,14 %
·         Tanaman 7
Persentase serangan penyakit
P  =   n   X 100%
         N
   =  7  X 100%            = 53,84 %
      13
            Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v )  X 100 %
                                  Z x N
I  =  (6 x 0) + ( 2 x 1 ) + (0 x 2) + ( 3 x 3 ) + (2 x 4)   X 100 %
                                                           4 x 13
   =  19  X 100 %
                               52
   = 36,53 %
·         Tanaman 8
Persentase serangan penyakit
P  =   n   X 100%
         N
   =  5  X 100%            = 50 %
      10
            Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v )  X 100 %
                                  Z x N
I  =  (0 x 0) + ( 2 x 1 ) + (1 x 2) + ( 1 x 3 ) + (2 x 4)   X 100 %
                                                           4 x 10
 
 =  15  X 100 %
                             40
 = 37,5 %
·         Tanaman 9
Persentase serangan penyakit
P  =   n   X 100%
         N
   =  5  X 100%            = 25 %
      20
            Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v )  X 100 %
                                  Z x N
I  =  (1 x 0) + ( 1 x 1 ) + (1 x 2) + ( 1x 3 ) + (1 x 4)   X 100 %
                                                           4 x 5
   =  10  X 100 %
                               20
   = 50 %
·         Tanaman 10
Persentase serangan penyakit
P  =   n   X 100%
         N
   =  5  X 100%            = 71,42 %
       7
            Intensitas serangan penyakit
I = ∑ ( n x v )  X 100 %
                                  Z x N
I  =  (0 x 0) + ( 2 x 1 ) + (1 x 2) + ( 2x 3 ) + (0 x 4)   X 100 %
                                                           4 x 7
   =  10  X 100 %
                               28
   = 35,71 %
B. Pembahasan
       Hambatan paling besar menanam cabai biasanya datang dari keberadaan hama dan penyakit yang seringkali membuat tanaman rusak pada bagian tertentu yang bisa menyebabkan gagal produksi. Cukup banyak jenis penyakit yang menyerang tanaman cabai ini dari fase benih sampai panen. Namun hanya beberapa yang utama dan paling merusak. Berikut adalah pembahasan mengenai penyakit utama pada tanaman cabai yang diamati. Sebagai budidaya, tentu saja pengembangan tanaman cabai tidak bisa terlepas dari pengendalian penyakit. Meskipun komoditas ini sangat menjanjikan, namun tidak sedikit dari para petani yang mengeluh akibat kehadiran pengganggu keberhasilan budidayanya. Kerugian yang diakibatkan penyakit telah membuat tidak sedikit para petani yang bangkrut dan tidak mau membudidayakan tanaman cabai lagi.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, tingkat serangan penyakit tanaman terhadap tanaman yang diamati adalah :
       Pada tanaman 1, kerusakan bervariasi adalah 10% dan kerusakan mutlak sebesar 32%, terhadap tanaman atau bagian yang diamati. Pada tanaman 2, kerusakan bervariasi adalah 36,53% dan kerusakan mutlak sebesar 53,84, hal ini menunjukkan bahwa terdapat serangan dengan skala skor 2 dan skor 3. Pada tanaman 3, kerusakan bervariasi adalah 36,53% dan kerusakan mutlak sebesar 53,84%, hal ini menunjukkan terdapat serangan dengan skala skor 3. Pada tanaman 4, kerusakan bervariasi adalah 32,14% dan kerusakan mutlak sebesar 57,14%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut terdapat serangan dengan skala skor 3.
       Pada tanaman 5, kerusakan bervariasi adalah 43,83% dan kerusakan mutlak sebesar 50%, kerusakan bervariasi dan juga mutlak berada dibawah 50%, hal ini menunjukkan serangan penyakit tanaman belum begitu berbahaya.
Pada tanaman 6, kerusakan bervariasi adalah 32,14 % dan kerusakan mutlak sebesar 66,66 %, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut terdapat  serangan dengan skala skor 3. Pada tanaman 7, kerusakan bervariasi adalah 36,53% dan kerusakan mutlak sebesar 53,84%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami intensitas serangan dengan skala skor 3. Pada tanaman 8, kerusakan bervariasi adalah 37,5% dan kerusakan mutlak sebesar 50%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut terdapat serangan terhadap tanaman dengan skor 2.
       Pada tanaman 9, kerusakan bervariasi adalah 50% dan kerusakan mutlak sebesar 25%, kerusakan bervariasi dan juga mutlak berada dibawah 50%, hal ini menunjukkan serangan penyakit tanaman belum begitu berbahaya.
Pada tanaman 10, kerusakan bervariasi adalah 35,71% dan kerusakan mutlak sebesar 71,42%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami kerusakan yang sangat membahayakan tanaman tersebut atau dapat dikatakan hampir mencapai ambang batas serangan penyakit.





















V. PENUTUP

A. Kesimpulan
                 Pada tanaman cabai, hambatan terbesar yang dapat menurunkan      hasil produksi tanaman adalah dengan adanya hama dan penyakit            tanaman yang menyerang tanaman tersebut.
                 Pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai sangat diperlukan agar tidak terjadi puso pada tanaman cabai.
                 Pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan dengan cara kultur            teknis, pemilihan bibit/ benih yang unggul serta dapat juga            dilakukan dengan cara kimia yaitu dengan menggunakan zat – zat   kimia.
     Suhu udara yang cocok pada saat penanaman tanaman cabai adalah            berkisar antara 160 C – 320 C dan kelembaban yang cocok bagi    tanaman cabai berkisar antara 70 – 80 %, terutama saat         pembentukan bunga dan buah.
                 Kadar keasaman (pH) tanah yang cocok untuk penanaman cabai      secara intensif adalah 5,5- 7,0.

B. Saran

Pada pengendalian penyakit tanaman pada cabai, sebaiknya penanaman cabai dilakukan di akhir musim hujan dan pada awal musim kemarau
(Maret – April) hal ini dimaksudkan agar tanaman cabai dapat terhindar dari serangan penyakit misalnya antraknosa. Selain penanaman yang dilakukan pada awal musim kemarau, sebaiknya tanaman cabai ditanam dilahan yang agak miring agar tidak terjadi genangan air.
DAFTAR PUSTAKA

Harpenas, Asep & R. Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Penebar
            Swadaya. Jakarta.
Tjahjadi, Nur. 1991. Bertanam Cabai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Hewindati, Yuni Tri dkk. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta.
Djarwaningsih, T. 1984. Jenis- jenis Cabai di Indonesia, dalam Penelitian
            Peningkatan Pendayagunaan Sumber Daya Alam, hlm 232-235.
http://plantamor.com/ sistematika_cabai








Tidak ada komentar:

Posting Komentar